Sudah Minta Maaf, PDIP Tetap Beri Sanksi ke Arteria Dahlan
Arteria Dahlan meminta maaf ke masyarakat Sunda di depan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, dan Ketua DPP PDIP Komarudin Watubun/ Humas PDIP

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) memberi sanksi peringatan kepada anggota Fraksi PDIP DPR RI Arteria Dahlan atas pernyataannya yang dinilai melanggar etik dan disiplin partai. Diketahui, pernyataan Arteria terkait copot kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) yang berbahasa Sunda saat rapat menuai polemik. 

"Surat sanksi peringatan ditandatangani Pak Sekjen dan saya sebagai Ketua DPP Bidang Kehormatan," kata Komaruddin Watubun, di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Januari.

Komaruddin mengatakan, bahwa DPP PDIP menerima berbagai laporan dan membaca pemberitaan di media, termasuk dari pendukung partai di Jawa Barat yang merasa terusik dan kurang nyaman dengan pernyataan Arteria yang duduk sebagai anggota Komisi III DPR. 

Komaruddin menegaskan bahwa apa yang disampaikan Arteria Dahlan dari sisi organisasi di partai dan penilaian partai sudah melanggar etik dan disiplin organisasi.

"Dalam klarifikasi dengan DPP hari ini, Pak Arteria menyampaikan permintaan maaf ke masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat Sunda. Dia pun menyerahkan sepenuhnya kepada DPP partai," katanya.

Sebagai kader partai, jelas Komaruddin, Arteria pun siap menerima sanksi yang diberikan DPP PDIP. 

"Jadi DPP partai memberikan sanksi peringatan kepadanya. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi Pak Arteria," jelas Komaruddin.

Sementara Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengingatkan Arteria Dahlan bahwa Indonesia dibangun dengan semangat persatuan-kebangsaan, tanpa membeda-bedakan suku, agama, jenis kelamin, status sosial dan berbagai pembeda lainnya.

“Semangat Indonesia untuk semua. Indonesia dengan jiwa bangsa Pancasila itulah yang dikobarkan oleh Bung Karno. Bahkan Bung Karno melakukan kontemplasi ideologisnya diformulasikan di Bumi Parahayangan ketika bertemu dengan Pak Marhaen dan kemudian mematangkan konsepsi Pancasilanya setelah dibuang ke Ende dan Bengkulu,” demikian Hasto.