Pleidoi Angin Prayitno Terdakwa Kasus Pajak: Jaksa KPK Tak Bisa Buktikan Aliran Duit Suap
ILUSTRASI ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan suap rekayasa hasil perhitungan pajak sejumlah perusahaan, Angin Prayitno Aji, menganggap jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa membuktikan seluruh dakwaannya.

Pernyataan itu disampaikan Angin, melalui penasihat hukumnya, Syaefullah Hamid dalam agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan. Di mana, pada persidangan sebelumnya JPU menunut Angin dengan pidana penjara selama 9 tahun.

"Bahwa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan dakwaan dan tuntutannya terkait penerimaan uang  dari PT. GMP, PT. Bank Pan Indonesia dan PT. Jhonlin Baratama," ujar Syaefullah dalam persidangan, Selasa, 18 Januari.

Menurutnya, dakwaan penuntut umum atas penerimaan uang dari PT. GMP, melalui Yulmanizar yang menukar uang dari PT. GMP sebesar Rp13,8 miliar dari mata uang rupiah menjadi dolar Singapura sekitar bulan Januari atau Februari 2018, tidaklah terbukti.

Alasannya, berdasarkan catatan elektronik Money changer Dolarasia menyatakan Yulmanizar tidak pernah menukar uang sebesar Rp13,8 miliar tersebut.

"Fakta ini dikuatkan dengan keterangan saksi Rianhur Sinurat yang mengatakan bahwa Yulmanizar yang menggunakan nama Deden Suhendar tidak pernah menukar uang sebesar 10 miliar ke atas dalam satu waktu," katanya.

Selain itu, Syaefullah juga menilai ada kejanggalan jika JPU mengaitkan perihal kedatangan Veronika Lindawati selaku kuasa wajib pajak sekaligus orang kepercayaan Bos Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan pada tanggal 24 Juli 2018 di DJP, untuk negosiasi pajak.

Padahal, nilai pajak telah ditetapkan sehari sebelumnya, yaitu tanggal 23 Juli 2018. Sehingga muncul pertanyaan bagaimana mungkin Veronika datang untuk menegosiasikan nilai pajak yang telah ditetapkan dan diterbitkan sebelum kedatangannya tersebut.

"Sangat janggal jika penetapan SPHP tanggal 23 Juli 2018 adalah tindak lanjut dari kedatangan Veronika pada tanggal 24 Juli 2018," kata Syaefullah.

Syaefullah juga menyangkal anggapan penuntut umum terkait penerimaan uang dari PT. Bank Pan Indonesia yang juga tidak terbukti. Di mana, dalam dakwan disebutkan Angin menerima uang 5 miliar yang diberikan dalam pertemuan tanggal 15 Oktober 2018 yang dihadiri oleh Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak.

Anggapan itu berdasarkan keterangan dari Yulmanizar, penuntut umum beranggapan Veronika Lindawati telah menyerahkan uang 5 miliar kepada Wawan Ridwan yang kemudian diteruskan kepada Angin.

"Namun, melalui bukti Form Penerimaan Tamu tanggal 15 Oktober 2018 yang ditandatangani oleh Yulmanizar dalam kolom Pegawai yang Ditemui. Hal ini membuktikan bahwa Yulmanizar yang menghadiri pertemuan tersebut," papar Syaefullah

"Fakta hukum ini diperkuat dengan keterangan Veronika Lindawati bahwa Yulmanizar dan febrianlah yang menghadiri pertemuan tersebut, sedangkan Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak tidak mengikuti pertemuan tersebut," sambungnya.

Dengan dasar itu, Syaefullah mengklaim dua fakta sanggahan itu telah membuktikan bahwa Wawan tidak menghadiri pertemuan  tersebut. Karenanya tak mungkin Wawan Ridwan meneruskan uang tersebut kepada Angin.

Terakhir, Syaefullah juga membantah soal penerimaan dari PT. Jhonlin Baratama (JB). Alasannya, pada saat pemeriksaan PT. JB, Angin tidak menjabat lagi sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

"Sehingga mustahil Angin mencampuri pemeriksaan PT. JB. Selain itu, Yulmanizar juga mencabut keterangan terkait dengan keterlibatan Angin dalam pemeriksaan PT. JB dan penerimaan uang dari PT. JB," paparnya.

Selain itu ditegaskan, Angin tidak pernah berketemu dengan tim pemeriksa untuk mencampuri pemeriksaan pajak. Bahkan, kliennya itu tak mengenal dan bertemu dengan tim pemeriksa.

"Angin juga tidak pernah memerintahkan penerimaan uang dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. Seluruh fakta hukum ini terungkap di persidangan berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum," kata Syaefullah.

Ada pun, jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menuntut mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji dengan pidana 9 tahun penjara.

Kemudian, jaksa juga menuntut Angin dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.