Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan bahwa pemerintah saat ini terlalu banyak berambisi, terutama di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM).

Pernyataan Faisal tersebut merujuk pada pemerintah yang sedang mengembangkan biodiesel, dan masih berencana merampungkan empat proyek Refinery Development Master Pland (RDMP) dan dua kilang baru.

"Pemerintah sebaiknya meninjau kembali rencana tersebut. Ditambah lagi pemerintah juga berambisi mengembangkan kendaraan listrik, bakal terjadi kekacauan jika semuanya diwujudkan pada waktu bersamaan. Pemerintah juga bakal menanggung ongkos ekonomi yang mahal dari seluruh program tersebut," ujar Faisal Basri dalam sebuah diskusi virtual, akhir pekan lalu, Sabtu 29 Agustus.

Sementara terkait pengembangan biodiesel untuk menekan defisit transaksi berjalan (CAD), menurut Faisal, tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pengembangan biodiesel diharapkan mampu menekan impor minyak, namun berdasarkan perhitungan opportunity cost, justru defisit perdagangan masih terjadi.

"Ini justru mengakibatkan defisit perdagangan pada tahun 2018 itu Rp85,2 triliun, bukan angka yang kecil. Dan di 2019 itu Rp72,1 triliun," tegas Faisal.

Faisal menambahkan, kebijakan biodiesel itu juga justru merugikan para petani sawit. Sementara yang paling diuntungkan dari program ini yaitu para pengusaha biodiesel.

Menurut Faisal, di masa pandemi COVID-19 ini yang harusnya difokuskan pemerintah adalah kancaman defisit energi tahun 2021. Konsumsi energi terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk, namun kata Faisal, tidak didukung cadangan energi.

Cadangan migas RI hanya 2,5 miliar barel, konsumsi minyak mencapai 1,7 juta barel per hari. Akan tetapi produksi hanya 781 ribu barel per hari.