JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendapat laporan bahwa ada kantin sekolah di DKI Jakarta dan beberapa daerah lainnya yang melanggar aturan pembelajaran tatap muka (PTM).
Padahal, saat ini, kantin sekolah masih dilarang untuk dibuka demi meminimalisasi penyebaran COVID-19 meski PTM telah berjalan dengan kapasitas 100 persen siswa.
"Kami dapat laporan, dari Jakarta maupun luar daerah, ada sekolah diam-diam kantinnya buka, padahal dilarang," kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri dalam keterangannya, Rabu, 12 Januari.
Iman menuturkan, salah satu alasan kenapa diam-diam kantin tetap buka adalah tidak semua siswa membawa bekal makan dari rumah, sebab orang tua mereka bekerja dan tidak memiliki asisten rumah tangga.
"Sehingga sekolah berinisiatif membuka kantin. Jadi sekolah juga dilematis sebenarnya," ungkap Iman.
Selain itu, pelanggaran protokol kesehatan juga masih kerap terjadi. P2G masih menemukan banyak siswa berkerumun saat pengecekan suhu setiba di sekolah. Selain itu, ventilasi udara di sejumlah kelas juga tak memadai.
Bahkan, kata Iman, ada salah satu SMP di Kepulauan Riau mengalami kesulitan dalam melakukan scan barcode Peduli Lindungi saat masuk sekolah. "Akhirnya, karena menghindari kerumunan, beberapa anak masuk sekolah tanpa melakukan scan," tutur dia.
BACA JUGA:
Temuan beberapa sekolah yang melakukan pelanggaran prokes seperti di Jakarta, Pandeglang, Cilegon, Kabupaten Bogor, Bengkulu, Kabupaten Agam, Solok Selatan, Situbondo, hingga Bima. "Intinya, terjadi di semua daerah yang sudah PTM 100 persen," tambahnya.
Oleh sebab itu, P2G mendesak pemerintah meningkatkan pengawasan penerapan protokol kesehatan di semua sekolah yang menjalankan PTM. Menurut dia, Dinas Pendidikan seharusnya tidak hanya menerima laporan tertulis saja, namun jugalangsung turun ke sekolah-sekolah untuk memastikan.
"Kami meminta Dinas Pendidikan atau Satgas melakukan Sidak. Saya yakin, misalnya Disdik DKI atau Satgas COVID-19 DKI sidak ke sekolah-sekolah, akan banyak menemukan pelanggaran SKB 4 Menteri," ujar Iman.
Jika diperlukan, P2G minta pemerintah mengevaluasi pelaksanaan PTM dengan pengurangan kapasitas siswa yang belajar di sekolah.
"Misal, 50 persen dulu, dua minggu berikutnya naik 75 persen, dua minggu berikutnya kalau evaluasinya aman, tidak ada klaster, warga sekolah taat dengan protokol kesehatan, baru bisa 100 persen," imbuhnya.