Misa Natal 2019, Mengembalikan Lagi Tenggang Rasa Umat Beragama
Misa Natal di Gereja Katedral Jakarta (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kebersamaan, tenggang rasa, gotong royong, dan toleransi, merupakan wujud kesetiakawanan sosial bangsa Indonesia. Namun sayangnya, etos tersebut mulai luntur ketika isu-isu intoleransi yang semakin bergejolak hingga saat ini. 

Pada momen misa Natal, Pastor Bernadus Christian Triyudo Parstowo Sj sedikit menyinggung hal tersebut kepada para jemaatnya. Dirinya ingin menyelaraskan kembali bela rasa yang ada dalam jati diri masyarakat Indonesia dengan tema natal tahun ini, yaitu 'hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang'.

"Saudara-saudara terkasih, merayakan Natal dalam perang kehadiran ilahi yang mau berbela rasa. Pada situasi manusia serta menawarkan persahabatan pada manusia adalah panggilan kita semua untuk keluar dari sekat-sekat suku, budaya, agama ataupun ungkapan premordial lainnya," ujarnya, dalam ceramah misa malam natal, di Gereja Katedral, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 24 Desember.

Misa Natal di Gereja Katedral Jakarta (Irvan Meidianto/VOI)

Menurut Pastur Yudo, bela rasa sangat penting dalam menyeimbangkan tatanan dunia ini. Apalagi, dalam kontek kita sebagai bangsa Indonesia, yang terdiri atas bernagai macam suku agama budaya. 

Lebih lanjut, ia menjelaskan nilai dan semangat kesetiakawanan lahir dari perasaan sepenanggungan akibat revolusi fisik merebut kemerdekaan seluruh masyarakat di Nusantara.

"Perjalanan panjang sejarah bangsa ini dalam memupuk cita-cita luhur kemerdekaan, tentu perlu dilakukan dengan hidup sebagai saudara serta saudari, atau sahabat bagi semua orang," jelasnya.

Yudo menilai, jika bersama dengan yang lain Indonesia memiliki harapan membangun budaya perjumpaaan bela rasa seperti yang didengungkan oleh Paus Fransiskus. Jalan pertama yang harus dibangun adalah tenggang rasa.

"Selamat Natal semuanya kita bangun bangsa ini dengan sebuah persaudaran. Semakin beriman inklusif bela rasa," tuturnya.

Perayaan Misa Natal berlangsung Khidmat (Mery Handayani/VOI)

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengakui, bahwa sikap intoleransi saat ini semakin menguat. Menurut dia, jika sikap intoleransi tidak segera diatasi, dapat mengoyak keutuhan bangsa. 

"Sikap intoleransi semakin hari semakin menguat. Intoleransi bila dibiarkan bisa menjadi bibit tumbuhnya radikalisme. Bahkan, dalam bentuk ekstrem bisa menjadi bibit terorisme," kata Wapres KH Ma'ruf Amin, seperti dikutip Medcom.id

Ma'ruf menyatakan, nilai kesetiakawanan sosial bisa digunakan untuk mengikis intoleransi dengan mengembangkan sikap saling menghargai perbedaan, baik perbedaan agama, etnisitas, perbedaan pendapat, maupun perbedaan sikap politik. 

"Dengan semangat toleransi, bisa memperkuat dan menjaga karakter masyarakat Indonesia yang majemuk," tuturnya.