Bagikan:

JAKARTA - Pengamat transportasi, Elly Adriani Sinaga menyarankan agar pemerintah memperluas moda Transjakarta menjadi Transjabodetabek. Artinya, angkutan umum bus rapid transit (BRT) tak cuma menjangkau Jakarta, melainkan merambah ke daerah penyangga Jabodetabek.

Hal ini, kata Elly, bisa membantu meningkatkan target penggunaan moda angkutan umum, seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 Tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta.

"Saya pikir Transjakarta harus dibesarkan menjadi transjabodetabek. Kita harus punya satu jaringan transportasi Jabodetabek. Sebab, kunci dari peningkatan penggunaan transportasi umum adalah integrasi," kata Elly dalam diskusi webinar Kementerian Perhubungan, Rabu, 12 Agustus.

Elly berujar, pengelola utama transjabodetabek nantinya bisa dipegang oleh Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Selain itu, ada instansi lainnya sebagai dewan transportasi umum.

"Nanti, ada public transport council yang terdiri dari dinas perhubungan setempat, Organisasi Angkatan Darat, operator bus. Baru, nanti BPTJ menjadi penyelenggara yang memonitor pengintegrasian itu," ungkap Elly.

Untuk memulai perencanaan Transjabodetabek, Elly menyebut pemerintah mesti memperhatikan simpul jaringan transportasi. Dalam mengintegrasikan moda, perlu ada minimalisasi kerumitan titik transfer untuk pengguna transportasi.

Sebab, kata dia, rumitnya titik transfer transportasi umum akan membuat kesulitan masyarakat untuk melakukan perjalanan. Akibatnya, mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.

"Jaringan trayek maupun nontrayek perlu kita lihat. Misalnya, kalau orang mau cari angkutan umum, 500 meter sudah harus dapat. Lalu, pergantian angkutan maksimum 3 kali saja," tutur mantan Kepala BPTJ tersebut.

Sebagai informasi, pemerintah memiliki target peningkatan penggunaan transportasi umum dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Pada tahun 2029, pengguna angkutan umum harus mencapai minimal 60 persen dari total kegiatan bertransportasi.

Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada akhir 2019, pengguna transportasi umum saat ini masih mencapai 34 persen dari seluruh pergerakan masyarakat.

Terlebih, saat ini Indonesia, bahkan dunia, sedang dilanda pandemi COVID-19, yang mengharuskan adanya pembatasan kapasitas seluruh kegiatan, termasuk penggunaan kendaraan umum.

"Untuk itu, kementerian Perhubungan telah menerbitkan beberapa peraturan di berbagai sektor transportasi tentang penyelenggaraan transportasi pada masa adaptasi kebiasaan baru guna mencegah penyebaran COVID-19," ucap Sekjen Kementerian Perhubungan Djoko Sasono.

"Mengingat kondisi yang tidak pasti, Kemenhub berniat untuk lebih menggali lagi rumusan kebijakan yang tepat untuk menyeimbangkan antara kepentingan pengguna transportasi dan dunia usaha di bidang transportasi," sambungnya.