Bagikan:

JAKARTA - Partai NasDem bakal menggelar konvensi untuk mencari calon presiden di Pemilu 2024. Konvensi tersebut dilakukan secara terbuka dan tak terbatas pada kader partai. Proses konvensi ini akan dilakukan bertahap hingga terjaring satu orang.

"Konvensi akan dilaksanakan 2 tahun sebelum pemilu. Jadi, kalau Pemilu 2024 maka konvensi calon presiden dan wakil presiden akan dilaksanakan diselenggarakan tahun 2022," kata Ketua Steering Committee Kongres II Nasdem Sugeng Suparwoto di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2019.

Partai NasDem sadar ada ambang batas yang berpotensi mengagalkan sistem konvensi ini. Sebab, sesuai aturan, calon presiden harus didukung partai atau gabungan partai dengan ambang batas tertentu. Tapi mereka yakin, konvensi ini dapat menemukan calon yang bisa diterima partai lain.

"Semua punya hak konstitusi untuk jadi pimpinan nasional. Nanti toh ada mekanisme pemilihan seperti ada uji publik, uji intelektualisme, integritas, dan sebagainya," ungkap Sugeng. 

Sugeng membantah bila konvensi ini dianggap partainya kehabisan kader yang bisa jadi capres di Pemilu 2024. Apalagi, dalam beberapa kali gelaran pesta demokrasi, termasuk pilkada, partai ini mencomot tokoh yang bukan kadernya untuk bertarung. Kata dia, konvensi merupakan ajang untuk mencari pemimpin terbaik untuk bangsa. 

"Partai memberikan ruang untuk siapapun yang punya akseptabilitas dan kapabilitas dalam memimpin, Tidak berarti kita tidak percaya diri, justru kita sangat percaya diri," katanya.

Pengamat politik Median Rico Marbun mengatakan, pelaksanaan konvensi menandakan kesadaran sebuah partai akan elektabilitas kader mereka yang tidak memadai untuk bertarung dalam pemilu.

Namun, lebih jauh, Rico menilai, upaya konvensi yang dilakukan Partai NasDem bertujuan dua hal. Pertama, mencari siapa tokoh yang terbaik. Dan kedua, konvensi bisa dipakai sebagai gelanggang pertunjukan, atau show untuk menaikan nama partai dan calonnya.

"Jika Nasdem menggelar konvensi dengan hak suara kandidat diperoleh dari konstituen NasDem seperti yang digunakan di Amerika serikat, ini jadi terlihat menarik," katanya.

Kalau sudah begini, lanjutnya, konvensi bisa dijadikan ajang untuk menjaring suara dalam Pemilu Legislatif. Ketika konvensi sukses, ini akan jadi pertimbangan partai lain untuk bergabung dengan Partai NasDem. Sehingga, masalah ambang batas calon presiden bisa dengan mudah dipenuhi.

"Buat iklan aja dulu, soal gimana dukungan partai lain untuk gabung ke koalisi, itu dipikirkan nanti aja. Ini langkah Nasdem untuk memastikan elektabilitasnya naik dulu," ujar Rico.

Partai Demokrat, selaku partai yang lebih dulu melakukan konvensi capres di Indonesia, mendukung langkah Partai NasDem ini. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan berharap konvensi Partai NasDem ini bisa berjalan dengan sukses.

"Yang jelas itu pernah dilakukan Partai Demokrat. Dan pada saat itu ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi partai," kata dia.

"Tapi enggak apa-apa. Apa yang pernah dilakukan Partai Demokrat kemudian dilakukan teman-teman lain, kita malah berterima kasih kalau itu bisa berjalan dengan bagus," tambah Syarief.

Sistem konvensi ini pernah diterapkan Partai Demokrat jelang Pemilu 2014. Konvensi Partai Demokrat ini dilakukan setelah ketua umumnya, Susilo Bambang Yudhoyono memimpin negara ini dua periode.

Ada sepuluh calon yang ikut konvensi saat itu. Hasilnya, Dahlan Iskan keluar sebagai juara. Namun, Dahlan Iskan tidak jadi diusung Partai Demokrat sebagai calon presiden. Sebab, Partai Demokrat butuh partai lain untuk mengusung seorang capres. Saat itu, ambang batas untuk mengusung capres adalah 20 persen suara di parlemen. Partai Demokrat tak bisa memenuhi target itu.