JAKARTA - Hari Minggu 7 November pagi, di halaman Masjid Al Muhajirin di kawasan Kayuringin Jaya, Perumnas 2 Bekasi Selatan terlihat tidak seperti biasanya. Pagi tadi sekitar pukul 09.00 WIB, ratusan warga terlihat berkumpul dan melakukan orasi untuk kembali menegaskan penolakan terhadap proyek penyaluran air dari proyek duplikasi crossing Tol Becakayu dan Saluran Tarum Barat ke Kali Bumi Satria Kencana (BSK).
Aksi ini dilakukan oleh warga RW 13 dan RW 11 Kayuringin Jaya. Dalam aksi yang berjalan tertib tersebut, warga menolak proyek penyaluran air itu karena berisiko menyebabkan banjir yang lebih parah di permukiman mereka.
Pasalnya, di wilayah Kayuringin Jaya selalu menjadi langganan banjir dengan ketinggian hingga 2 meter. Banjir ini terutama selalu menggenangi 10 RW yang ada di wilayah Kelurahan Kayuringin Jaya.
Ketua RT 02 RW 13 Kayurungin Jaya, Arif Nur Hidayat mengatakan, perlu langkah yang lebih konkret lagi dari warga agar proyek penyaluran air itu setidaknya bisa disetop dan dianalisa kembali oleh Pemerintah Kota Bekasi pimpinan Rahmat 'Pepen' Effendi. Pasalnya, selama ini warga tidak mendapatkan informasi yang jelas soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) terkait proyek tersebut.
"Kami menolak keras proyek penyaluran air ini. Langkah yang paling bisa kami lakukan saat ini mungkin class action. Kami akan melakukan tuntutan hukum. AMDAL-nya dinilai cacat secara hukum," kata Arif dalam orasinya di depan para warga.
Pada dasarnya, lanjut Arif, warga tidak menolak proyek yang dibangun oleh pemerintah. Namun yang ditolak oleh warga adalah penyaluran air buangannya ke kali alam yaitu kali Bumi Satria Kencana (BSK).
Sementara itu, salah satu warga yang bernama Yohana Tomi menyampaikan keluhannya terhadap kondisi tempat tinggalnya yang terbilang mudah terkena banjir. Menurutnya, semakin terlihat bahwa pemerintah kota Bekasi ingin "mengaliri" banjir ke wilayah Kayuringin Jaya, terlebih dengan hadirnya proyek penyaluran air dari proyek duplikasi crossing Tol Becakayu dan Saluran Tarum Barat ke Kali BSK tersebut.
"Kami sudah merasa bosan. Kami hanya menolak banjir kok, bukan menolak proyek pemerintah. Selama ini kami tidak tahu AMDAL-nya seperti apa. Saya sudah dari tahun 1984 tinggal di sini dan beberapa tahun belakangan banjir semakin meresahkan," ungkap Yohana kepada wartawan.
Diketahui Pemerintah Kota Bekasi melalui Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi telah menyetujui kegiatan normalisasi dan revitalisasi Kalijati dan Kali BSK menjadi program skala prioritas hanya saja pada implementasinya justru proyek duplikasi crossing tol dan tarum barat serta pembuatan crossing drain Jalan Tol Becakayu dikerjakan terlebih dahulu.
Tetap dibangun karena dana sudah cair
Sebelumnya, Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bekasi Arief Maulana mengatakan telah mengajukan sejumlah usulan kepada pemerintah Kota Bekasi, salah satunya normalisi serta tanggul namun usulan yang diterima adalah duplikat crossing tol.
"Dari usulan yang kami berikan hanya satu yang disetujui yaitu crossing tol yang diprioritaskan," ucapnya pada awal Oktober 2021 lalu, dilansir dari Antara.
Arief mengaku akan terus mendorong normalisasi serta revitalisasi Kalijati dan Kali BSK sekaligus meminta aparatur kelurahan setempat melakukan pemetaan kepemilikan tanah di sepanjang bantaran kali itu untuk memastikan tanah milik negara dan milik perorangan sehingga pembangunan bisa berjalan lancar.
"Banyak pelanggaran bangunan yang berada di atas atau garis sungai dan dinding saluran. Kami sudah lakukan pemetaan berdasarkan segmen dan ada enam segmen berdasarkan lebar saluran Kali BSK. Karena crossing tol ini dana hibah, jika tidak dilaksanakan maka kami akan kesulitan mendapatkan anggaran Rp40 miliar," katanya.
Ketua DPRD Kota Bekasi Choiruman Putro mengatakan apa yang disuarakan oleh Forum RW BSK dan Kayuringin Jaya memang hingga kini belum ada satu pun yang merasa bertanggung jawab atas pemeliharaan crossing tol.
DPRD Kota Bekasi sebenarnya juga telah membuat peraturan daerah nomor 2 tahun 2020 terkait sistem drainase bahkan ia mengaku ada anggaran senilai Rp4 triliun yang telah disiapkan pemerintah pusat untuk membenahi sungai yang ada di Kabupaten dan Kota Bekasi.
"Masalahnya di sini belum terintegasi dan terpadu sehingga kita putuskan membuat peraturan daerah yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan banjir," ucap Ketua DPRD Kota Bekasi Choiruman Putro.