Ekonomi DKI Merugi 60 Persen Selama Wabah COVID-19
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI memperkirakan kerugian ekonomi di Jakarta selama masa penanganan wabah virus corona atau COVID-19 mencapai 60 persen. 

Hal ini berdasarkan minimnya perputaran transaksi, tutupnya sejumlah toko dan pusat perbelanjaan, serta kegiatan work from home (WFH) yang sedang dilakukan sejumlah perusahaan. 

"Penurunannya 60 persen sudah. Kita sekarang ini yang bekerja hanya yang menyediakan kebutuhan masyarakat. Yang lain dalam kondisi lock. Kita memprihatinkan sekali, terutama pariwisatanya seperti hotel dan restoran yang sangat berdampak," ucap Ketua Umum Kadin DKI Diana Dewi di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Maret.

Ketua Umum Kadin DKI Diana Dewi (Foto: Humas Pemprov DKI)

Meski begitu, Dewi meminta para wirausaha yang usahanya mandek selama wabah virus corona untuk tidak berkecil hati. Sebab, ia melihat pemerintah sudah memberikan stimulus yang cukup terhadap UMKM. 

"Cuma, usulan saya, semua stimulus yang diberikan pemerintah harus berkeadilan, karena perusahaan kan banyak, tdk satu macam bidang, itu sifatnya heterogen. Kemudian yang kedua, saya berharap stimulus yang diberikan, juga sesuai dengan kepentingan dari semua teman-teman," jelas Diana. 

Sementara itu, salah satu lesunya kegiatan perekonomian di Jakarta terjadi di kawasaan Tanah Abang yang dikelola oleh PD Pasar Jaya. Kawasan Tanah Abang ditutup sebagai upaya pencegahan dan penyebaran virus corona atau COVID-19. 

Penutupan ini dilakukan meliputi Pasar Tanah Abang Blok A, Pasar Tanah Abang Blok B dan Pasar Tanah Abang Blok F. Hanya Pasar Tanah Abang Blok G saja yang masih buka. Namun, itupun terbatas kepada pedagang yang berjualan jenis bahan pangan saja.

Ekonom Paul Sutaryono mengatakan, dampak dari penutupan sementara Pasar Tanah Abang akan berdampak pada ekonomi daerah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, pasar tersebut merupakan pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara di mana sasarannya tidak hanya dalam negeri tetapi juga mancanegara.

"Otomatis hal itu memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional dan tentu saja akan menekan pertumbuhan ekonomi daerah. Tetapi hal itu tidak dapat dihindari lagi untuk mencegah penyebaran COVID-19 tak semakin luas," ucapnya saat dihubungi.

Salah satu sudut di kawasan Tanah Abang yang sepi pembeli setelah pandemi COVID-19 di Jakarta (Angga Nugraha/VOI) 

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, jika berbicara dari sisi kesehatan penutupan sementara Pasar Tanah Abang merupakan hal yang tepat. Sebab, penularan COVID-19 terjadi karena adanya kontak langsung.

Namun, kata Ikhsan, dari sisi ekonominya hancur lebur terutama UMKM. Apalagi, sejak bulan Januari dan Februari para pedagang sudah mengalami penurunan omzet karena sepi pembeli.

"Karyawan dirumahkan, tidak ada yang beli, tidak ada lagi omzet. Mati kan? Dari sisi kesehatan oke, tetapi ekonomi hancur lebur," tutur Ikhsan.

Ikhsan berujar, saat ini pemerintah harus memikirkan bagaimana kompensasi untuk pelaku usaha UMKM di Pasar Tanah Abang yang tidak dapat lagi membuka tokonya.

Apalagi, kata Ikhsan, yang menghantui para pengusaha saat ini adalah pembayaran gaji bagi karyawan. Sebab, penutupan sementara ini membuat pengusaha tidak memiliki kemampuan untuk membayarkannya.

"Termasuk bayar gaji pegawai, mungkin bulan ini masih bisa kita tanggulangi. Tapi bulan depan? tidak bisa. Karena tidak ada omzet," ucapnya.