Kelanjutan Proyek Sodetan Ciliwung Dipercepat, Pj Gubernur DKI Sebut Inventarisasi Lahan Tengah Dilakukan

JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut kelanjutan proyek pembangunan sodetan Kali Ciliwung hingga Kanal Banjir Timur memang perlu dipercepat.

Proyek sodetan dimulai oleh pemerintah pusat dan Pemprov DKI pada akhir tahun 2013. Proyek ini sempat mangkrak pada tahun 2015 karena sengketa lahan dan kembali digarap pada 2021.

Karenanya, beberapa waktu lalu, Heru telah bertemu dengan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono untuk mempercepat pengerjaan demi bisa mengurangi dampak banjir Jakarta.

"Perlu ada percepatan sodetan. Sodetan kita sudah bahas kan kmrn. Itu kan suatu sebagai kendala yang harus kita selesaikan," ujar Heru.

Heru mengatakan, saat ini Dinas Sumber Daya Air tengah menginventarisasi lahan yang dibebaskan untuk pembangunan outlet sodetan.

Dia juga berharap pembangunan Waduk Cimahi oleh pemerintah pusat juga terus berjalan, selagi proses normalisasi Sungai Ciliwung berjalan.

"SDA sedang bekerja melakukan inventarisasi, tentunya yang lebih memudahkan kita bekerja. Mudah-mudahan Waduk Cimahi bisa selesai dan sodetan juga bisa selesai, sehingga bisa mengurangi sementara waktu banjir, sambil kita memproses normalisasi," tutur Heru.

Terkait hal itu, Kepala Kantor Wilayah BPN Jakarta Dwi Budi Martono mengungkapkan, terdapat nama pemilik lahan yang berbeda-beda dari tiga jenis surat tanah pada lahan yang akan dibebaskan pada proyek outlet sodetan, yakni girik, surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT), dan hak guna bangunan (HGB).

"Jadi, di situ ada girik SIPPT, dan HGB. Dari situ yang akan kita gunakan sebagai outlet. Sebagiannya belum tau siapa pemilik sbnrnya dari 3 (surat) itu sbnrnya siapa yang paling berhak untuk dibayar. Apakah girik, pemegang HGB, atau pemegang SIPPT," kata Dwi di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 25 Oktober.

Dwi menjelaskan, proses pembebasan lahan yang bersumber dari anggaran Kementerian PUPR ini tidak akan bisa dilakukan sebelum ada kejelasan semua status kepemilikan tanah.

Sementara, program ini perlu dilakukan dengan segera untuk meminimalisasi dampak banjir. Mengingat, Pj Gubernur Heru Budi mendapatkan mandat dari Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan masalah banjir dan kemacetan Jakarta sebagai prioritas.

Karenanya, Pemprov DKI bersama BPN DKI Jakarta memutuskan untuk mengambil jalur konsinyasi ke pengadilan. Dalam artian, ketika negosisasi pembebasan lahan dengan warga berujung buntu, Pemprov DKI bisa menitipkan biaya ganti rugi pembebasan lahan ke pengadilan dan langsung menggencarkan penggusuran.

"Karena belum diketahui siapa sebenarnya (pemilik lahan), kita tidak bisa, dong, bayar ke salah satu (pemilik surat tanah). Kita akan konsinyasi, sehingga nanti biar dibawa ke pengadilan dan project bisa jalan," papar Dwi.

"Kalau ada sengketa bisa dikonsinyasi, sehingga tanah sudah bisa dipakai. Mudah-mudahan itu juga bisa mengurangi banjir dengan adanya sodetan itu," lanjutnya.