أنشرها:

JAKARTA - Ombudsman RI menemukan beberapa permasalahan maladministrasi dalam proses pemberian rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih oleh Kementerian Pertanian (Kementan).

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan, temuan ini didapat setelah Ombudsman melakukan pemeriksaan terhadap 12 pihak, di antaranya Kementan, Badan Pangan Nasional, Lembaga Nasional Single Windows, Badan Karantinan Indonesia, dan Kementerian Perdagangan.

Dalam temuannya, Yeka menyebut banyak importir bawang putih yang masih kesulitan mendapatkan persetujuan impor. Hal ini disebabkan oleh penerbitan RIPH dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan yang bermasalah.

Yeka menjelaskan, banyak importir yang tak bisa masuk ke sistem RIPH Online, ada juga permohonan yang diajukan oleh importir ditolak, dan banyak pula yang masih belum diverifikasi oleh Kementan.

Padahal, sesuai dengan Permentan Nomor 39 Tahun 2019 Pasal 19, proses validasi dan verifikasi dokumen teknis RIPH seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 5 hari kerja.

Namun, Yeka mengatakan bahwa sebagian permohonan lain justru memiliki jangka waktu yang relatif cepat atau masih dalam jangka waktu yang ditentukan.

“Terlapor terbukti melakukan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum, tidak memberikan pelayanan, dan diskriminasi dalam menyelenggarakan layanan permohonan RIPH pada tahap penerimaan,” kata dia dalam dikutip dari ANTARA, Jumat, 22 Maret.

Temuan selanjutnya adalah Ombudsman mendapati banyaknya importir yang tidak melakukan syarat wajib tanam bawang putih.

Wajib tanam bawang putih adalah kebijakan pemerintah yang mewajibkan importir bawang putih untuk menanam dan memproduksi bawang putih di dalam negeri, yang bertujuan meningkatkan produksi bawang putih nasional.

Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 tentang RIPH.

Yeka menyebut perusahaan bawang putih makin banyak tiap tahunnya. Namun, dari 214 perusahaan yang melakukan impor bawang putih pada 2023, hanya 44 perusahaan yang melaksanakan wajib tanam bawang putih.

Kebijakan ini, kata dia lagi, perlu dievaluasi karena banyak importir yang memanfaatkan celah aturan untuk menghindari kewajiban itu.

Kebijakan wajib tanam ini diwajibkan bagi perusahaan yang sudah pernah melakukan impor, sedangkan yang belum pernah impor tidak harus menjalankan wajib tanam.

“Jumlah perusahaan lama yang melakukan wajib tanam makin sedikit. Artinya, tahun ini dia dapat impor, tetapi tidak melakukan wajib tanam. Bentuk saja perusahaan baru, kemudian mengajukan impor lagi, sehingga makin banyak perusahaan bawang putih tiap tahunnya,” ujar Yeka pula.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)