Tanggapi Uji Materi MK Soal UU COVID-19, Mahfud MD: Putusan Ini Memperkuat Posisi Pemerintah
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan putusan uji materi terkait UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanganan pandemi COVID-19 atau UU COVID-19 makin memperkuat posisi pemerintah melaksanakan tugasnya.
Hal ini disampaikannya menanggapi koreksi yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut.
"Sesudah dibaca bolak balik, keputusan MK itu justru membenarkan seluruh undang-undang yang sudah tertuang seluruh isinya di dalam undang-undang yang diuji," kata Mahfud yang dikutip pada Sabtu, 30 Oktober.
Keyakinan ini muncul karena seluruh permohonan yang meminta perundangan itu diuji secara formal telah ditolak oleh MK. Dengan penolakan tersebut, artinya, undang-undang tersebut sudah tepat.
"Kemudian kalau menyangkut uji materinya, yang substansi itu menyangkut Pasal 27 ayat 1,2, dan 3 isinya itu berkaitan," ujar Mahfud.
"Di situ hanya disebutkan untuk Pasal 27 Ayat 1 itu hanya ditambah frasa 'sepanjang dilakukan dengan etikad baik sesuai peraturan perundangan undangan'. Begitu juga Pasal 27 Ayat 3 itu hanya ditambah frasa 'sepanjang dilakukan terkait penanganan COVID serta dilakukan dengan etikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan'," imbuhnya.
Baca juga:
- BPBD DKI Jakarta Minta Warga Tingkatkan Kesiapsiagaan Hadapi Potensi Cuaca Ekstrem
- Mengapa Tes PCR Jadi Syarat Wajib Perjalanan? Satgas IDI: Vaksin Belum 100 Persen Efektif
- Polda Aceh Amankan 5 Orang Terkait Teror Penembakan Pos Polisi
- KPK Minta Pemberian Remisi Koruptor Tetap Pertimbangkan Rasa Keadilan Masyarakat
Dengan penjelasan ini, Mahfud sekaligus membantah adanya penghapusan dalam perundangan itu. "Jadi tidak ada penghapusan tapi hanya penambahan kalimat yang ada, frasa yang ditambahkan diambil dari UU yang sudah ada yaitu Pasal 27 Ayat 2," jelas dia.
Tak hanya itu, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga menegaskan tak ada hak impunitas bagi pejabat negara dalam melaksanakan penanganan pandemi COVID-19 di Tanah Air. Menurut Mahfud, gugatan tetap bisa dilayangkan tapi tidak saat mereka menjalankan peraturan perundangan dan memiliki itikad baik.
"Apa yang ditudingkan sebagai hak impunitas, tidak bisa digugat itu bisa kalau melanggar peraturan perundangan dan beritikad tidak baik. Tapi, tidak bisa pemerintah itu kemudian dituntut ke pengadilan secara pidana, perdata, tata usaha negara kalau melaksanakan tugasnya sesuai peraturan," ungkapnya.
"Dan kita tidak menolak untuk penegakan hukum kalau terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Buktinya Mensos (Juliari Batubara, mantan Menteri Sosial) meskipun ada pasal ini tetap dibawa ke pengadilan. Ini tidak akan menghalangi penegak hukum melakukan tindakan hukum kalau memang ada penyalahgunaan terhadap keuangan (penanganan, red) COVID-19 ini," imbuh Mahfud.
UU COVID-19 digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Amien Rais, Sirajuddin Syamsuddin, dan aktivis serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dalam gugatannya, mereka menganggap Pasal 27 dalam perundangan tersebut berpotensi melegitimasi penyelewengan pengelolaan keuangan negara dan membebaskan pejabat dari jeratan tindak pidana korupsi.
Tak hanya itu, UU tersebut juga dianggap membuat pemerintah tak bisa digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).