Pengadilan Malaysia Melarang Non-Muslim Menyebut 'Allah' dalam Sejarah Hari Ini, 14 Oktober 2013
JAKARTA - Pada 14 Oktober 2013, pengadilan banding di Malaysia memutuskan bahwa non-Muslim tidak akan diizinkan menggunakan kata 'Allah.' Pengadilan menetapkan penyebutan 'Allah' eksklusif untuk Muslim.
Pengadilan Malaysia, menurut BBC, beralasan keputusan itu untuk menghindari kekacauan publik. Sementara umat Kristen di Malaysia berpendapat bahwa mereka menggunakan 'Allah' untuk menyebut Tuhan selama berabad-abad. Keputusan tersebut benar-benar melanggar hak mereka.
Permasalahan penyebutan 'Allah' berawal dari Kementerian Dalam Negeri Malaysia pada 2007 yang memberikan peringatan kepada surat kabar mingguan Katolik di Malaysia, The Herald, bahwa izin penerbitannya akan dicabut jika terus menggunakan kata 'Allah' dalam edisi bahasa Melayunya. Sejak 1986, Kementerian Dalam Negeri Malaysia melarang penggunaan 'Allah' dalam publikasi non-Muslim, dengan alasan ancaman terhadap ketertiban umum.
Uskup Agung Murphy Pakiam lalu memprakarsai tindakan pengadilan terhadap larangan pemerintah tersebut. Pengadilan memenangkan pihak The Herald pada Desember 2009. Namun Pemerintah Malaysia mengajukan banding. Putusan 2009 ini juga memicu ketegangan antara umat Islam dan umat Kristen di Malaysia. Ketegangan tersebut berujung dengan perusakan gereja dan masjid.
Pengadilan banding lalu digelar pada 14 Oktober 2013. Pengadilan tersebut memutuskan bahwa non-Muslim dilarang menggunakan kata 'Allah' untuk merujuk Tuhan. Hakim ketua Mohamed Apandi Ali mengatakan: "Penggunaan kata Allah bukan bagian integral dari iman dalam agama Kristen. Penggunaan kata tersebut akan menyebabkan kebingungan di masyarakat."
Editor Herald Pendeta Lawrence Andrew mengatakan dia kecewa. "Ini adalah langkah mundur dalam pengembangan hukum dalam kaitannya dengan kebebasan fundamental agama minoritas," katanya.
Pendukung surat kabar tersebut berpendapat bahwa Alkitab berbahasa Melayu telah menggunakan Allah untuk menyebut Tuhan sejak sebelum Malaysia dibentuk sebagai negara federal pada 1963. Namun, beberapa kelompok Muslim di Malaysia mengatakan bahwa penggunaan kata Allah oleh orang Kristen digunakan untuk mendorong Muslim masuk Kristen.
“Allah adalah istilah di Timur Tengah dan di Indonesia itu adalah istilah baik untuk Kristen maupun Muslim. Anda tidak bisa mengatakan bahwa tiba-tiba itu bukan bagian yang tidak terpisahkan. Bahasa Melayu adalah bahasa yang memiliki banyak kata pinjaman," kata Pendeta Lawrence Andrew.
Pada 22 Oktober 2013, Jaksa Agung Malaysia Tan Sri Abdul Gani Patail lewat sebuah pernyataan menyampaikan, meskipun kata Allah tidak dapat digunakan oleh The Herald dan umat Kristen di Malaysia, namun boleh digunakan dalam Alkitab berbahasa Melayu. "Alkitab versi Melayu dimaksudkan untuk orang Kristen dan digunakan di gereja-gereja, sedangkan The Herald adalah surat kabar yang juga dapat diakses secara online dan dibaca oleh Muslim dan non-Muslim," katanya.
Perjuangan hukum
Setelah perjuangan hukum yang berlangsung hampir satu dekade, Pengadilan Tinggi Malaysia pada Rabu 10 Maret 2021 memberikan hak kepada umat Kristen Malaysia untuk menggunakan kata 'Allah' dalam praktik keagamaannya. Keputusan itu membatalkan larangan pemerintah terhadap umat Kristen menggunakan kata 'Allah' dalam publikasi keagamaan.
Pengadilan juga mengizinkan tiga kata untuk digunakan dalam publikasi Kristen untuk tujuan pendidikan: Kakbah, Baitullah, dan salat. Keputusan pengadilan juga secara efektif membatalkan surat edaran 35 tahun oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia, yang melarang penggunaan kata 'Allah' dalam publikasi Kristen.
Menurut laporan The States, Kristen adalah agama terbesar ketiga di Malaysia dan dipraktikkan oleh 13 persen penduduk Malaysia - mayoritas dari mereka tinggal di negara bagian Sabah dan Sarawak. Muslim Malaysia terdiri dari sekitar 60 persen dari 32 juta penduduk.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.
SEJARAH HARI INI Lainnya
Baca juga: