Jokowi Mengeluhkan Biaya Logistik Indonesia Mahal, Masih Jauh Tertinggal dari Malaysia
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut merger Pelindo I, II, III, dan IV akan menekan biaya logistik di Tanah Air. Sebab, saat ini biaya logistik di Indonesia masih tinggi, bahkan jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga.
"Kita tahu biaya logistik negara kita dibanding negara tetangga kita masih jauh, tertinggal kita ini. Mereka biaya logistiknya hanya 12 persen kurang lebih, kita masih 23 persen. Artinya ada yang tidak efisien di negara kita," tuturnya dalam acara Peresmian Penggabungan Pelindo dan Terminal Multifungsi Wae Kelambu, dikutip dari YouTube Setpres, Kamis, 14 Oktober.
Seperti diketahui, biaya logistik Indonesia yang berada di level 23,5 persen berbeda dengan Malaysia yang hanya mencapai 13 persen dari PDB negara setempat. Adapun, besarnya biaya logistik ini sangat berpengaruh pada indeks kemudahan berusaha yang selama ini menjadi perhatian calon investor untuk berinvestasi di sebuah negara.
Karena itu, Jokowi mengatakan pembangunan berbagai infrastruktur yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk menekan biaya logistik tersebut. Dengan begitu daya saing Indonesia pun meningkat.
"Artinya daya saing kita, competitiveness kita menjadi lebih baik," ucapnya.
Selain meresmikan holding Pelindo, Jokowi juga meresmikan Terminal Multipurpose Wae Kelambu Pelabuhan Labuan Bajo, di Nusa Tenggara Timur.
Baca juga:
- Jokowi Bawa Kabar Gembira: Smelter Freeport di Gresik Bakal Serap 40 Ribu Tenaga Kerja
- Airlangga Bawa Kabar Gembira: Tak Ada Provinsi Luar Jawa-Bali yang Berstatus Level 4
- Kabar Baik untuk Airlangga, Popularitas dan Elektabilitasnya Meningkat Signifikan di Jawa Timur
- Strategi Airlangga Hartarto Jelang 2024 Menjadi Perhatian Khusus Akbar Tandjung
Peresmian merger Pelindo diperkuat dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2021 tentang Penggabungan PT Pelindo I, III, dan IV (Persero) ke Dalam PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) yang diteken Jokowi pada awal Oktober lalu.
Dalam tindak lanjutnya, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham memfasilitasi penandatanganan akta merger atau penggabungan yang dilakukan Direktur Utama Pelindo I Prasetyo, Direktur Utama Pelindo II, Arif Suhartono, Direktur Utama Pelindo III, Boy Robyanto, dan Direktur Pelindo IV, Prasetyadi.
Setelah penandatanganan akta, pemegang saham pun menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menetapkan jajaran Komisaris dan Direksi perseroan. Melalui RUPSLB, Erick Thohir menetapkan Dewan Direksi dan Komisaris hingga nama dan tugas empat subholding Pelindo.