Sejarah Muram Partai Buruh, Bagaimana Mereka Hadapi Pemilu 2024?
JAKARTA - Partai Buruh akan dibangkitkan kembali untuk mengikuti kontestasi Pemilu 2024. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal muncul sebagai calon tunggal Ketua Umum Partai. Said Iqbal mengklaim Partai Buruh yang sekarang akan membawa sejumlah pembaharuan. Menarik untuk disimak. Sebab sejarah menunjukkan Partai Buruh tak pernah laku. Kenapa begitu? Bagaimana mereka menghadapi masa depan?
Said Iqbal mengatakan kebangkitan Partai Buruh didorong oleh kekecewaan kaum buruh atas lahirnya omnibus law UU Cipta Kerja. Setidaknya ada tujuh serikat yang terlibat dalam pendirian kembali Partai Buruh: Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Rumah Buruh Indonesia-FSPMI, Rumah Buruh Indonesia-KSPI, Organisasi Rakyat Indonesia-KSPSI, KPBI, Rumah Buruh Indonesia-FSP KEP, dan Rumah Buruh Indonesia-FSP FARKES.
Sejumlah pengurus Partai Buruh lama juga terlibat. Mereka adalah Serikat Petani Indonesia (SPI), Forum Pendidik dan Tenaga Honorer Swasta Indonesia (FPTHSI) dan Gerakan Perempuan Indonesia (GPI). Partai Buruh 'reborn', kata Said Iqbal tak sekadar melanjutkan eksistensi Partai Buruh yang didirikan pada 1998. Partai Buruh 'reborn' diyakinin Said Iqbal akan jadi kekuatan politik penting bagi aspirasi kelas pekerja, nelayan, petani, guru, hingga kelompok perempuan.
"Disahkannya omnibus law UU Cipta Kerja menjadi salah satu faktor utama mengapa membangkitkan kembali atau menghidupkan kembali Partai Buruh. Omnibus law adalah pukulan telak kekalahan politik kaum buruh di hubungan industrial," kata Said Iqbal, Minggu, 4 Oktober.
Said Iqbal dan kesebelas serikat sadar aksi jalanan tak cukup. Mereka harus menaruh perwakilan di parlemen. Secara ideologi, Partai Buruh akan menggenggam ideologi Pancasila. Turunannya terdiri dari tiga prinsip. Pertama kesetaraan kesempatan, di mana setiap orang memiliki kesempatan hidup layak yang setara. Kedua, pemerataan distribusi kekayaan. Orang kaya boleh saja menikmati kekayaannya selama kelas menengah dan bawah tak dimiskinkan.
Prinsip kedua itu menegaskan meski membawa identitas kelas Partai Buruh tidak hadir untuk membentur-benturkan kelas. Prinsip ketiga adalah tanggung jawab publik. Untuk memenuhi seluruh prinsip itu Partai Buruh telah menyiapkan sejumlah program, mulai dari penyediaan lapangan kerja, perlawanan upah murah dan PHK sewenang-wenang, jaminan sosial, pemberantasan korupsi, pengaturan pajak, serta aspek lain terkait hubungan industrial.
"Partai ini adalah partai identitas kelas. Tapi bukan berarti untuk berhadap-hadapan. Identitas kelas atau kami menyebutnya 'we are the working dlass'. Kami kelas pekerja, untuk menunjukkan tentang ada perbedaan kepentingan dalam mencapai tujuan yang sama, tujuan bernegara," Iqbal.
Partai Buruh tak pernah laku
Pasca-keruntuhan Orde Baru, sejumlah pemimpin organisasi buruh membangun partai politik untuk menghadapi Pemilu 1999. Sebut saja Partai Pekerja Indonesia (PPI), Partai Buruh Nasional (PBN), Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia (PSPSI), Partai Solidaritas Pekerja (PSP), serta Partai Rakyat Demokratik (PRD). Meski tak menyematkan kata "buruh", warna mereka jelas.
Partai-partai tersebut juga telah lama membangun basis buruh lewat kerja politik underground sepanjang pemerintahan Orde Baru. Namun capaian suara mereka di Pemilu 1999 tak signifikan. Pun dalam Pemilu 2004 dan 2009. Tahun 2014 jadi pemilu pertama tanpa kehadiran partai berhaluan buruh. Suara buruh makin terpecah.
Sementara, di 2019, gerakan buruh mengalir ke populisme salah satu kandidat. Kaum buruh sejatinya selalu jadi kekuatan politik besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan perkembangan jumlah buruh. Pada 2008, proporsi buruh dengan penduduk Indonesia tercatat di angka 27,5 persen. Angka itu meningkat pesat pada 2017.
Pada 2017 persentase buruh mencapai 40 persen populasi penduduk berusia 15 tahun ke atas. Dari 40 juta lebih pekerja sektor formal, ada 2,7 juta orang terdaftar sebagai anggota serikat pekerja, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan yang dirilis 2017. Melihat sejarah, deretan persenan itu tak lebih dari angka karena tak terkonversi menjadi kekuatan politis yang solid.
Analis politik, Hendri Satrio menyebut alasan yang membuat Partai Buruh di Indonesia cenderung tak laku. Ada pengaruh Orde Baru (Orba). Pada masa Orba hanya ada tiga partai politik. Partai-partai itu, dalam perjalanannya turut membentuk sayap-sayap organisasi untuk mengakomodir kepentingan buruh. Dan itu terus dilakukan, bahkan oleh hampir seluruh partai hingga hari ini.
Kekuatan buruh terus terpecah secara sosial politik. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan serikat buruh yang kerap kali tak satu suara. Selain itu, juga melihat sejarah, pembentukan partai politik di Indonesia selama ini hanya didasari dua pandangan: nasionalisme dan agama. Kepentingan sektoral, seperti nasib buruh jauh dari perhatian.
"Selama Orde Baru tuh kita kan lama ya cuma punya tiga partai politik. Si tiga partai ini selama ini pun mengembangkan sayap untuk merangkul buruh-buruh juga. Makanya begitu ada yang bikin Partai Buruh kan enggak laku-laku itu ... Terus kan partai politik kan bukan cuma tentang ideologis tapi juga kemampuan bergerak, finansial juga," tutur Henri kepada VOI, Senin, 4 Oktober.
"Sampai sekarang di partai lain juga ada sayap organisasi yang mengelola suara kaum buruh ... Jadi enggak ada uniqueness-nya lagi ,,. Kecuali Partai Buruh yang ini bisa memunculkan perbedaan signifikan di mata buruh, mungkin masih bisa laku. Tapi kalau belum bisa membuat perbedaan jauh dari partai yang sudah ada, jadinya enggak laku juga."
Situasi politik ini amat berbeda dengan yang terjadi di beberapa negara lain. Partai Buruh adalah kekuatan politik besar, bahkan kerap berkuasa. Di Norwegia, Partai Buruh baru saja menang telak dalam pemilu yang digelar sejak Senin, 13 September. Partai yang diketuai Jonas Gahr Store itu memenangi 26,3 persen suara. Lebih tinggi dari delapan partai lain.
Di Selandia Baru, Partai Buruh memimpin, dengan Jacinta Ardern menduduki kursi Perdana Menteri. Wanita 41 tahun kini sedang menjalani periode lanjutan kepemimpinannya usai memenangi pemilu pada Oktober 2020 lalu. Partai Buruh berhaluan kiri-tengah yang dipimpin Ardern meraih 49,1 persen suara dan jadi mayoritas di parlemen dengan 64 kursi.
Bagaimana Partai Buruh Said Iqbal menghadapi Pemilu 2024
Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan perbedaan signifikan antara Partai Buruh lama dan baru adalah jumlah serikat buruh yang mendukung di belakang. Partai Buruh lama hanya didukung satu serikat buruh, yakni Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Hari ini Partai Buruh didukung oleh banyak elemen. Konstituen partai, menurutnya akan makin luas.
"Hari ini Partai Buruh yang baru didukung oleh Serikat Petani Indonesia, organisasi petani terbesar di Indonesia, empat konfederasi serikat buruh di tingkat nasional, 50 federasi serikat buruh di tingkat nasional, forum guru honorer, tenaga honorer dan guru swasta, gerakan perempuan Indonesia," kata Said Iqbal dalam konferensi daring, Minggu, 3 Oktober.
Said Iqbal juga menyebut keberadaan Partai Buruh sebagai keniscayaan. UU Cipta Kerja adalah pukulan telak yang membangunkan kesadaran para buruh untuk bersatu sebagai kekuatan politik. Partai Buruh mendatang, kata Said Iqbal akan berfokus pada spektrum yang lebih luas, mulai dari refleksi gerakan sosial, gerakan serikat buruh, gerakan petani, dan gerakan sejenis lainnya.
Keanggotaan Partai Buruh di tingkat provinsi mencapai seratus persen. Di tingkat kabupaten/kota sudah terbentuk 409 kepengurusan dari 514 kabupaten/kota. Di tingkat kecamatan, keanggotaan Partai Buruh berkisar di angka 49 persen. Saat ini Partai Buruh tengah merampungkan susunan kepengurusan sebelum maju ke proses verifikasi pendaftaran partai politik peserta pemilu.
"Saatnya juga kami berkontribusi buat negeri ini melalui parlemen melalui DPR RI, DPD RI, DPRD, pilkada, pemilihan gubernur, bupati, wali kota, bahkan pemilihan presiden-wakil presiden. Bila tuhan berkehendak kami lolos verifikasi KPU, tentu kami ikut terlibat dalam proses demokrasi tersebut pada tahun 2024 pemilu di Indonesia," jelas Said Iqbal.
"Seperti di basis-basis industri, jangankan seribu, seratus ribu hingga dua ratus ribu anggota (serikat buruh) bisa kita jadikan sebagai pemegang KTA (kartu tanda anggota partai). Prinsipnya, itu yang kita akan jadikan basis konstituen," tambah Said Iqbal.
*Baca Informasi lain soal POLITIK atau baca tulisan menarik lain dari Diah Ayu Wardani dan Yudhistira Mahabharata.
BERNAS Lainnya
Baca juga:
- Membaca Simbol Squid Game: Merenungi Struktur Sosial dan Kapitalisme Tempat Kita Hidup
- Kemarahan Risma Hanya untuk Pegawai Rendahan: Penindasan dalam Relasi Kuasa
- Manusia Silver Beranak: Pandemi, Eksploitasi Anak, dan Sikap Radiohead
- Komunisme Adalah: Konsep, Ciri hingga Kontroversi serta Perkembangannya di Indonesia