Bantah Penjadwalan Paripurna Interpelasi Ilegal, Ketua DPRD DKI: 7 Fraksi Tak Berkomentar Apa-apa Sampai Ketok Palu

JAKARTA - Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi buka suara soal penolakan tujuh fraksi atas penjadwalan rapat paripurna interpelasi Formula E yang ia ketok dalam rapat Badan Musyawarah.

Prasetyo membantah pembahasan jadwal rapat paripurna ilegal hanya karena tak tercantum dalam undangan rapat Bamus.

Prasetyo menegaskan, Fraksi PKS, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai NasDem yang ada di dalam ruang rapat Bamus tadi pagi bergeming.

Karenanya, dia memandang penentuan jadwal paripurna interpelasi tersebut sudah aturan. Mengingat, tak ada satupun anggota dari tujuh fraksi yang menyatakan menolak terhadap jadwal tersebut.

"Yang hadir (dalam rapat Bamus) sudah kita beri kesempatan untuk mengutarakan pendapat. Ada kok mereka dari fraksi yang tidak setuju (intepelasi) dalam rapat tersebut. Tapi mereka tidak berkomentar apa-apa sampai saya ketuk palu," kata Prasetyo kepada wartawan, Senin, 27 September.

Argumentasi yang datang, kata Prasetyo, justru datang dari peserta rapat Bamus yang menagih agar penggunaan hak bertanya segera dijadwalkan.

Politikus PDI Perjuangan itu juga menegaskan sejak awal dirinya terus mengacu pada Tata Tertib sebagai kiblat DPRD DKI Jakarta menjalankan fungsinya. Seperti menyetujui usulan interpelasi dari dua fraksi, yakni PDI Perjuangan dan PSI.

"Ketika sudah sesuai syarat di Tata Tertib bahwa interpelasi diajukan minimal 15 orang dari dua fraksi ya saya setujui. Jadi sesuai dengan Tata Tertib," ungkap dia.

Sebelumnya, tujuh fraksi DPRD DKI menyatakan sikap menolak untuk menghadiri rapat paripurna penentuan interpelasi Formula E yang rencananya digelar Selasa, 28 September besok.

Wakil Ketua DPRD DKI dari fraksi Gerindra, Mohamad Taufik menegaskan, ketujuh faksi tak akan hadir dalam rapat paripurna karena agenda tersebut dianggap ilegal.

"Tujuh fraksi dan empat Wakil Ketua DPRD DKI menyatakan rapat paripurna yang digelar Selasa, 28 September tidak layak dihadiri karena itu, tindakan illega," kata Taufik.

Rapat paripuna yang bakal digelar besok adalah penentuan akankah DPRD melakukan interpelasi atau tidak. Interpelasi diatur dalam Peraturan DPRD DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2020, tepatnya di BAB VIII tentang Pelaksanaan Hak DPRD dan Anggota DPRD DKI.

Pasal 120 menjelaskan hak interpelasi adalah hak DPRD meminta keterangan pada gubernur mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.