Semua Punya Pengaruh dalam Perubahan Iklim, Tapi yang Kaya Raya Memiliki Lebih Banyak Cara Selamatkan Bumi
JAKARTA - Orang miskin jadi yang paling menderita karena perubahan iklim. Golongan kaya raya adalah yang paling bertanggung jawab atas memburuknya kondisi bumi. Tapi, di balik itu, mereka yang kaya raya juga yang dapat menyelamatkan bumi. Bagaimana caranya?
Lembaga nirlaba asal Inggris, Oxfam membuat sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa satu persen jejak karbon orang terkaya saat ini setara dengan 175 kali lipat jejak karbon sepuluh persen orang termiskin dunia saat ini.
CNN memberitakan, pola konsumsi orang-orang kaya dalam membeli barang adalah satu faktor. Kebiasaan berplesiran jadi faktor lain, di mana mereka menggunakan lebih banyak bahan bakar fosil daripada orang lain. Meski begitu, ada pilihan lain untuk menyelamatkan bumi.
Pertama adalah kebijaksanaan menggunakan kekayaan. Dalam hal konsumsi energi, misalnya. Ilona Otto dan rekan-rekannya di Institut Postdam melakukan sebuah penelitian. Mereka merekomendasikan, "Mengenai pilihan gaya hidup mereka sendiri, orang kaya bisa banyak berubah. Misalnya, meletakkan panel surya di atap rumah mereka. Mereka juga mampu membeli mobil listrik. Dan yang terbaik adalah jika mereka menghindari plesiran dengan pesawat terbang."
Dalam studi tersebut, perjalanan udara disebut sebagai penyumbang utama jejak karbon. Dengan mengurangi perjalanan udara, orang-orang kaya telah berperan mengurangi dampak perubahan iklim.
Pada konteks lain, konsumen berpenghasilan tinggi dapat mengubah pola konsumsinya dengan lebih banyak membeli produk ramah lingkungan dari petani lokal. Selain itu, "Kota-kota berpenghasilan tinggi dan individu-individu berpenghasilan tinggi juga memiliki sumber daya untuk mencoba produk, layanan, dan solusi baru," kata Tom Bailey, salah satu peneliti yang berkontribusi dalam laporan terbaru mengenai konsumsi di kota-kota berpenghasilan tinggi.
Bijak berinvestasi
Masih dalam data rilisan 2010 yang dilakukan Oxfam. Mereka memperkirakan jumlah miliarder yang berbisnis di sektor bahan bakar fosil --termasuk mereka yang ada di dalam daftar orang terkaya majalah Forbes-- akan meningkat tajam dalam beberapa tahun ke depan.
Benar saja. Tercatat, dari hanya 54 miliarder yang berinvestasi di sektor bahan bakar fosil pada 2010, tampak bertambah menjadi 88 orang pada 2015. Menariknya, kekayaan mereka yang memiliki bisnis bahan bakar fosil tercatat melesat. Dari yang awalnya rata-rata hanya 200 miliar dolar AS, meningkat menjadi lebih dari 300 miliar dolar AS.
Penelitian ini mendorong orang-orang kaya untuk berhenti menginvestasikan uang untuk bisnis-bisnis yang bertentangan dengan pemeliharaan lingkungan. Mereka memiliki kendali itu. Tentang ke mana mereka ingin menginvestasikan kekayaan.
Hal yang sangat mungkin terjadi. Belakangan, ada sebuah tren, di mana para investor kaya raya ramai-ramai menjual saham mereka karena meyakini investasi yang mereka lakukan dapat merusak lingkungan hidup. Orang-orang menyebut hal itu dengan divestasi lingkungan.
Melihat Leonardo Di Caprio
Kita bisa melihat aktor Hollywood, Leonardo Di Caprio. Bintang Titanic, Wolf of Wall Street, dan The Revenant itu baru saja menandatangani sebuah kesepakatan dalam gerakan divestasi lingkungan. Bersama 22 orang kaya Belanda, Leo menginisiasi gerakan penghapusan kekayaan pribadi dari 200 bisnis minyak, gas, dan batu bara di antara orang-orang kaya tersebut.
"Anda tidak berinvestasi dalam batubara, Anda tidak berinvestasi dalam minyak, gas, juga di beberapa perusahaan mobil yang menghasilkan mobil normal, atau penerbangan, sehingga Anda mengarahkan arus keuangan," kata Otto.
Dengan divestasi, sedikitnya kelompok 1 persen penyumbang masalah lingkungan itu dapat berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim. "Kami melakukan beberapa simulasi yang menunjukkan bahwa dengan gerakan divestasi, Anda tidak perlu semua orang untuk melepaskan investasi," Otto.
"Jika investor minoritas melepaskan, investor lain tidak akan berinvestasi dalam aset bahan bakar fosil karena mereka akan takut kehilangan uang ... Bahkan jika mereka tidak memiliki masalah lingkungan," tambahnya.
Kekayaan adalah kekuatan
Mereka kelompok 1 persen, tak hanya mampu membuat keputusan terkait putaran ekonomi di lingkaran mereka sendiri. Mereka juga memiliki pengaruh politik yang sangat besar. Banyak orang-orang kaya yang dapat mendanai satu atau dua partai politik sekaligus, yang mana hasilnya mereka pun mempunyai posisi tawar dalam menentukan arus kebijakan politik.
Otto pun berpendapat bahwa orang kaya justru dapat menggunakan kekuatan politik mereka untuk memicu perubahan positif terhadap kebijakan iklim dunia. "Orang-orang kaya dengan emisi tertinggi, mereka sesugguhnya adalah agen tertinggi untuk mengubah sesuatu.”
Karena itu, orang kaya dan superkaya dapat menjadi agen perubahan. Tak pelak, dunia saat ini berharap banyak kepada mereka. Perlu dicatat, bukan kepada mereka yang masih hidup pas-pasan. Mengingat orang miskin tidak dapat melakukan apa-apa karena mereka sibuk bertahan hidup.
"Tapi yang berpendidikan, kaya dan super kaya ini, kasus yang sama sekali berbeda. Mereka punya uang dan sumber daya untuk bertindak dan mereka juga memiliki jejaring sosial," jelasnya.
Baca juga:
Mendanai penelitian iklim
Ada banyak contoh orang kaya yang tak melulu memikirkan kekayaannya belaka. Tetapi, beberapa di antaranya turut mendukung penelitian terkait perubahan iklim. Salah satu orang kaya di dunia yang turut membantu penelitian terkait perubahan iklim ialah pendiri Microsoft, Bill Gates.
Bill Gates mengeluarkan dana sebanyak 2 Milliar dolar dari kekayaannya guna mendanai penelitian dan pengembangan energi terbaharukan pada 2015. Sementara itu, pada bulan Mei, sekelompok ilmuwan telah menuliskan kepada 100 badan amal dan keluarga kaya di Inggris guna meminta mereka membantu pendanaan dalam mengatasi masalah lingkungan dan perubahan iklim.
"Kami meminta Anda untuk segera mempertimbangkan investasi yang signifikan untuk mencegah bencana ekologis lebih lanjut, baik melalui investasi pribadi Anda atau filantropi Anda," kata surat itu.