Meski Kasus COVID Melandai, Politisi PKS Minta Pemerintah Jangan Longgarkan Pembatasan Mobilitas

JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto, mengingatkan Pemerintah jangan terbuai dengan capaian sementara penurunan kasus baru COVID-19 di tanah air. Menurutnya, Pemerintah harus terus meningkatkan target vaksinasi dan penelusuran sebaran kasus baru.

Lonjakan kasus COVID-19 di Singapura harus menjadi peringatan bagi Indonesia. Apalagi Singapura dikenal sebagai negara dengan kemampuan 3T (testing, tracing, treatment) dan vaksinasi yang jauh di atas Indonesia.

"Kalau kita tidak waspada, dikhawatirkan muncul gelombang ketiga COVID-19 menerpa negara kita," ujar Mulyanto kepada wartawan, Kamis, 23 September.

Dari 'Our World In Data' edisi Rabu, 22 September, dilaporkan 100 persen COVID-19 di Singapura dan Indonesia akibat varian Delta. Jumlah kasus positif harian di Singapura sebesar 800-an kasus baru. Sementara, Indonesia masih di angka 3.200-an kasus baru per hari.

Mulyanto menjelaskan, apabila dibandingkan secara populasi, maka kasus positif harian per satu juta penduduk Singapura sebesar 148. Angka tersebut, kata dia, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia yang hanya sebesar 12 orang per satu juta penduduk.

"Kalau ditelusuri, parameter yang lemah di Singapura adalah laju reproduksi yang sebesar 1.81. Sementara Indonesia hanya sepertiganya yakni sebesar 0.6," kata Mulyanto.

Laju reproduksi ini, sambungnya, merepresentasikan jumlah rata-rata kasus terinfeksi baru yang disebabkan oleh satu kasus infeksi individual.

"Jika laju reproduksi lebih besar dari 1, maka infeksi dapat menyebar dalam populasi. Namun bila angka laju reproduksi ini lebih kecil dari 1, maka jumlah kasus yang terjadi dalam populasi yang bersangkutan secara gradual akan menurun menuju nol," jelas dia.

Dengan angka laju reproduksi mendekati dua, kata Mulyanto, maka diperkirakan penyebaran dan peningkatan kasus baru di Singapura masih akan terjadi.

Anggota Komisi VII DPR itu menilai, penyebab lonjakan kasus baru di Singapura diperkirakan lantaran longgarnya pembatasan sosial, pembukaan penutupan sekolah, kantor, wisata, dll.

Indeks komposit pembatasan sosial ini di Indonesia nilainya adalah sebesar 69 persen. Sementara singapura sangat longgar, hanya sebesar 53 persen.

"Menilik kasus Singapura ini semestinya Pemerintah tidak mengendorkan program pembatasan mobilitas masyarakat. Apalagi tingkat vaksinasi kita baru mencapai 28 persen," tegas Mulyanto.