5 Gempa dalam Satu Hari yang Tidak Saling Berhubungan

JAKARTA - Sejak pagi hingga siang, Selasa, 7 Juli, Indonesia diguncang gempa bumi tektonik sebanyak 5 kali. Meski begitu, Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan kelima gempa tersebut bukanlah bencana alam yang menjalar dan saling berhubungan. 

Pertama, gempa terjadi pada pagi hari pada pukul 03.31 WIB dengan skala 4 magnitudo di wilayah Donggala, Sulawesi Tengah. Pusat Gempa berada di darat dengan jarak 7 kilometer arah timur Toaya Kabupaten Donggala pada kedalaman 4 kilometer. 

Kemudian, pukul 05.54 WIB di wilayah Laut Jawa dengan parameter 6,1 magnitudo. Tepatnya, gempa kedua terjadi di laut pada jarak 85 kilometer dari arah utara Mlonggo, Jepara, Jawa Tengah pada kedalaman 539 kilometer. 

"Ini merupakan jenis gempa bumi akibat adanya deformasi atau penyesaran pada lempeng yang tersubduksi di bawah Laut Jawa," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam keterangannya, Selasa, 7 Juli. 

Gempa kedua ini dirasakan di daerah Karangkates, Nganjuk, Yogyakarta, Purworejo, Kuta, Mataram, Denpasar, Malang, Lumajang, Tulungagung, Blitar, Ponorogo, Pacitan, Surabaya, Wonogiri, Kebumen, Banjarnegara, Pangandaran, Karangasem, Lombok Barat, Garut, Boyolali, Krui, Sekincau, Semaka, Pekalongan, Banyumas, wonosobo, Magelang, Purbalingga dan Gianyar.

Gempa bumi kembali terjadi pada pukul 11.44 WIB di wilayah Lebak, Banten dengan parameter 5,1 magnitudo. Gempa ketiga ini terjadi di darat pada jarak 18 kilometer dari arah barat daya Rangkasbitung pada kedalaman 87 kilometer. Gempa bumi ketiga ini terasa sampai Jakarta. 

"Guncangan gempa ini sangat dirasakan di Jakarta karena adanya fenomena efek tapak dimana efek tanah lunak yang tebal di Kota Jakarta memicu terjadinya resonansi gelombang gempa, sehingga guncangan gempa diamplifikasi diperbesar guncangannya," ungkap Rahmat.

Tak berapa lama, gempa bumi keempat terjadi di sekitar wilayah Pangandaran, Jawa Barat pada pukul 12.17 WIB. Gempa berkekuatan 5 magnitudo ini berpusat di laut dengan dengan kedalaman 10 kilometer. 

Lebih jelasnya, pusat gempa berlokasi di 234 kilometer dari arah barat daya Kabupaten Pangandaran, 247 kilometer dari arah barat daya Kabupaten Tasikmalya, 254 kilometer dari arah barat daya Kabupaten Garut, 280 kilometer dari arah barat daya Kota Bandung, dan 364 kilometer dari arah tenggara Jakarta.

Menyusul, gempa bumi kelima terjadi pada pukul 13.16 WIB berkekuatan 5,2 magnitudo di wilayah Samudera Hindia Pantai Barat Sumatera. Tepatnya, gempa kelima terjadi di darat pada jarak 241 kilometer dari arah tenggara Enggano, Bengkulu pada kedalaman 10 kilometer.

"Ini merupakan jenis gempabumi dangkal akibat subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah lempeng Eurasia. Guncangan gempa bumi ini dirasakan di Kecamatan Limau Tanggamus," ungkap Rahmat.

Tak saling berkaitan

Rahmat menjelaskan, gempa yang terjadi secara beruntun pada hari ini tidak saling berkaitan. Kata Rahmat, apa yang terjadi di beberapa wilayah gempa tersebut adalah manifestasi pelepasan medan tegangan pada sumber gempa masing-masing. 

Masing-masing sumber gempa mengalami akumulasi medan tegangan sendiri-sendiri, mencapai stres maksimum sendiri-sendiri, hingga selanjutnya mengalami rilis energi sebagai gempa juga sendiri sendiri. Ini konsekuensi logis daerah dengan sumber gempa sangat aktif dan kompleks.

"Kita memang memiliki banyak sumber gempa. Sehingga, jika terjadi gempa di tempat yang relatif berdekatan lokasinya dan terjadi dalam waktunya yang relatif berdekatan, maka itu hanya kebetulan saja," jelas Rahmat.

Ada anggapan bahwa gempa ketiga dan keempat, yang terjadi di Banten Selatan dan Selatan Garut bersumber dari sumber gempa yang sama. Sebab, kedua gempa tersebut terjadi dalam jarak waktu dan lokasi yang berdekatan. Padahal, menurut dia, Kedua gempa tersebut bersumber dari sumber gempa yang berbeda. 

"Gempa Banten selatan terjadi akibat adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Benioff di kedalaman 87 kilometer, sementara Gempa Selatan Garut dan Selatan Selat Sunda dipicu oleh adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Megathrust," ungkapnya.