Sri Mulyani Jelaskan Ngerinya Pandemi di Masa Depan: COVID-19 Bukan yang Terakhir
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meyakini bahwa kondisi pandemi COVID-19 yang saat ini terjadi hampir di seluruh dunia dipercaya bukan menjadi wabah terakhir.
“Situasi pandemi yang terjadi saat ini diyakini bukan yang terakhir, dan pandemi baru kemungkinan ada nanti di masa yang akan datang,” ujarnya dalam webinar kuliah umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Jumat, 3 September.
Menurut Menkeu, pandemi menjadi momok yang cukup mengkhawatirkan karena bisa membawa dampak negatif bagi seluruh kehidupan manusia, baik dari sisi sosial, ekonomi, maupun politik.
“Banyak sekali dampaknya yang begitu kompleks. Sampai hari ini saja masih ada tensi tentang dari mana virus ini berasal,” ujarnya.
Bahkan, dia menyebut jika penanganan masalah pandemi COVID-19 di banyak negara masih belum maksimal, utamanya dalam hal membangun kerja sama penanganan virus.
“Bagaimana cara menanganinya, vaksin itu siapa yang memproduksi, siapa yang memperoleh, bagaimana negara-negara miskin yang tidak punya kemampuan fiskal bisa mendapatkan vaksin. Sementara jika virus ini masih ada, maka dia akan terus bermutasi. Dan jika tetap berkembang maka dunia semakin sulit lagi untuk menanganinya,” jelas dia.
“Diakui, sejak Maret 2020 saat WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi, yang disebut respon global itu tidak terjadi secara mudah dan sangat kompleks. Dan harus pula diakui jika respon global terhadap pandemi ini masih luar biasa belum memadai dibandingkan dengan ancaman yang terus terjadi,” sambung Menkeu.
Baca juga:
Untuk itu, bendahara negara tersebut mengingatkan jika kondisi yang dialami saat ini merupakan pengalaman berharga yang bisa dijadikan pembelajaran dalam di masa yang akan datang.
“Kita harus belajar dari menghadapi pandemi COVID-19 saat ini, karena respon serta reaksi atas bagaimana menangani bisa mempersiapkan diri kita di masa depan,” tegasnya.
Sebagai informasi, Indonesia merespon situasi pandemi dengan mengalokasikan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam APBN. Adapun, dana PEN untuk periode 2021 tercatat mengalami peningkatan dari sebelumnya Rp699 triliun menjadi Rp744 triliun sebagai respon dari merebaknya varian delta pada tengah tahun ini.
Anggaran sebanyak itu digunakan pemerintah untuk berbagai program strategis, seperti biaya perawatan pasien COVID-19, belanja vaksin, insentif tenaga kesehatan (nakes), pemberian bantuan sosial (bansos), insentif dunia usaha, hingga berbagai program prioritas lainnya.