Indonesia Rawan Bencana, BMKG Jelaskan Pentingnya Sistem Peringatan Dini Multi Bencana Hidrometeorologi

JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengapresiasi langkah PDI Perjuangan meluncurkan Sistem Peringatan Dini Multi Bencana Geo-Hidrometeorologi. Menurutnya, sistem ini dibutuhkan untuk memitigasi bencana alam yang kerap terjadi.

Hal ini disampaikannya saat hadir secara virtual di acara peluncuran Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya Geo-Hidrometeorologi yang digelar DPP PDIP.

Dwikorita mengatakan budaya untuk membangun kesiapsiagaan menghadapi berbagai bencana yang mengancam Indonesia sangat diperlukan. Apalagi, berkaca dari pengalaman di awal 2021 lalu ada sejumlah bencana alam yang sudah terjadi seperti banjir dan gempa bumi yang menuntut kesiapsiagaan.

"Maka sistem peringatan dini yang akan dilaunching ini sangat kami dukung," kata Dwikorita dalam acara yang ditayangkan di YouTube PDI Perjuangan, Rabu, 4 Agustus.

Dirinya menjelaskan, Indonesia berada di wilayah cincin api (ring of fire), wilayah tumbukan lempeng tiga arah serta berada di wilayah diantara dua samudra dan dua benua. Hal ini yang kemudian membuat Indonesia rentan mengalami bencana alam dan dampak dari perubahan iklim.

Dwikorita juga menyebut pihaknya terus belajar dari negara maju dalam penanganan bencana. Hal ini sesuai dengan arahan yang kerap disampaikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

BMKG, sambungnya, bahkan pernah belajar dari Jepang untuk menghadapi gempa bumi. Alasannya, negara tersebut punya tingkat keselamatan yang tinggi saat berhadapan dengan bencana gempa bumi.

Selain itu, BMKG juga belajar dari China yang sudah memanfaatkan perbedaan gelombang gempa untuk bisa menyelamatkan diri. Sistem ini, kata Dwikorita, juga telah digunakan di Jepang.

Dia memaparkan, ada jeda 10 detik antara gelombang primer dan gelombang sekunder ketika gempa terjadi. Di antara 10 detik itulah sistem nuklir dan sistem transportasi dimatikan sehingga peringatan ke masyarakat disampaikan di jeda waktu itu.

"Kami sedang dalam proses membangun teknologinya, kami baru belajar ilmunya. Insyaallah dalam 2 tahun ini bisa terwujud," ujar Dwikorita.

Meski begitu, dia tak menampik ada sejumlah tantangan yang dihadapi BMKG dalam membangun budaya kesiapsiagaan. Berdasarkan riset, sistem peringatan dini yang dibangun BMKG sebenarnya sudah lumayan cepat tapi banyak masyarakat yang menerima tak merespons dengan baik.

Menurut Dwikorita, banyak masyarakat yang menerima informasi tak memahami makna warna merah, kuning, hijau yang jadi simbol waspada yang dikirimkan. Tak hanya itu, banyak nelayan dan nahkoda kapal yang tak paham grafis yang dikirim oleh BMKG.

"Tantangannya, bagaimana dari sisi kultur, peringatan dini ini dipahami, dan mendorong sikap bagaimana mampu menolong diri sendiri dan sekitarnya agar selamat. Yang jelas, bagi kami, setinggi apapun teknologi, kalau dari sisi kultur tak terbangun, tak guna," ungkapnya.

Selain itu, Dwikorita juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Megawati Soekarnoputri karena telah berjasa mendorong pembangunan BMKG yang sekarang menjadi badan independen langsung di bawah Presiden.

Tak hanya itu, dia juga mengatakan Megawati bukan sosok yang hanya bisa bicara tapi memberi teladan langsung turun menangani penanganan bencana. "Ini berpengaruh terhadap spirit kami, sehingga setiap bencana kami merasa itu yang harus dilakukan, pemimpin tertinggi harus turun langsung tak memberi perintah dari balik meja," pungkasnya.