Blokir Akun Wanita Kuba yang Dicuri Gambarnya, Bukti Standar Ganda Twitter

JAKARTA - Akun Twitter seorang wanita Kuba diblokir tanpa alasan khusus. Pemblokiran ini diberikan setelah dia memprotes Komisioner Hak Asasi Manusia PBB yang menggunakan fotonya untuk menggambarkan "pengunjuk rasa" terhadap pemerintah Kuba. Padahal wanita Kuba tersebut mengaku jika dia sebenarnya mendukung pemerintah Kuba saat ini.

Dalam tweetnya, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mendesak pemerintah Kuba untuk mengatasi keluhan para pengunjuk rasa di tengah kesulitan ekonomi dan menyerukan pembebasan mereka yang ditahan karena "melakukan kebebasan mendasar."

Bachelet menggunakan foto seorang wanita Kuba yang memegang bendera nasional Kuba dan berteriak. Tetapi hal itu justru membuat Bachelet malu, karena orang Kuba tersebut sebenarnya adalah pendukung pemerintahan Presiden Miguel Diaz Canel.

Betty Pariol Quesada memposting dalam bahasa Spanyol bahwa dia mengecam keras penggunaan dan manipulasi gambarnya sebagai simbol protes para penjahat dan pengacau di Kuba. Akan tetapi setelah protesnya terhadap manipulasi gambar, perusahaan AS Twitter justru memblokir akunnya karena "aktivitas yang tidak biasa."

Bachelet, yang tampak sangat prihatin atas kondisi hak asasi manusia Kuba, sebaiknya justru tetap diam tentang masalah pemblokiran akun twitter ini. Padahal pemblokiran akun Quesada dapat dikategorikan pelanggaran HAM. Sebaliknya Bachelet juga belum meminta maaf karena "mencuri foto", dari wanita Kuba tersebut. 

Belakangan diketahui, jika akun Twitter pejabat PBB tersebut, seolah dioperasikan oleh Artificial Intelligence. Akun bisa, menghapus postingan bermasalah tersebut, dan memposting postingan baru dengan teks yang sama namun gambar yang berbeda.

Perbandingan kedua postingan tersebut memicu ketidakpuasan di antara pengguna Twitter, dan sebuah postingan yang menunjukkan peran Bachelet sebagai "alat" pemerintah AS telah di-retweet 8.000 kali dan disukai 26.000 kali. Ada yang menduga komisaris tinggi itu bekerja di pemerintah AS.

"Tahukah Anda bahwa Departemen Luar Negeri AS mengadakan pertemuan rahasia dengan Jack Dorsey mencoba membuatnya membeli Zunzuneo, aplikasi bergaya Twitter Kuba yang mereka buat untuk perubahan rezim?" twit dari Pengguna Twitter dan orang wartawan media senior, Alan Macleod, dalam posting di akun twitternya. 

Penggunaan foto pendukung pemerintah Kuba oleh Bachelet sebagai pengunjuk rasa mirip dengan insiden yang melibatkan organ Voice of America yang didanai negara.

Manipulasi gambar seperti itu dan sikap diam media Barat atas masalah ini menimbulkan pertanyaan: Apakah Bachelet dan outlet berita komersial yang tampaknya independen benar-benar berfungsi sebagai bagian dari upaya perang informasi AS?

Kesulitan ekonomi di Kuba disebabkan oleh sanksi AS. Dalam sidang majelis PBB pada Juni, 184 negara, termasuk Uni Eropa, memberikan suara untuk mendesak AS menghapus sanksi tersebut. Namun, AS menutup mata terhadap seruan komunitas internasional, dan hanya fokus pada agendanya melawan China dengan mencoreng Xinjiang dan Hong Kong.

Sementara Bachelet sendiri tidak menyerang ketidakpedulian AS terhadap resolusi PBB itu. Akan tetapi justru memposting ulang tweetnya yang menyerang korban sanksi AS. Komitmennya untuk menegakkan HAM kini dipertanyakan? Muncul pertanyaan apakah dia berdiri bersama AS dan hanya bertindak sebagai juru bicaranya?