Nikita Mirzani Mengeluh Makanan saat Karantina di Hotel Bintang 5 hingga Tudingan Bisnis, Ini Respons PHRI
JAKARTA - Artis Nikita Mirzani meluapkan kekesalannya atas pelayanan hotel bintang 5 saat menjalani karantina usai pulang ke Indonesia dari luar negeri.
Nikita Mirzani menyebut makanan hotel yang disajikan tak enak hingga menuding "bisnis" dalam karantina yang diwajibkan bagi WNI/WNA dari luar negeri di tengah pandemi.
“Hotelnya aja bintang 5 tapi makanannya nggak enak…Apa-apa di Indonesia ini dijadikan bisnis,” kata Nikita Mirzani lewat Instagram stroy.
Luapan kekesalan Nikita Mirzani direspons Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). PHRI menjelaskan karantina di hotel repatriasi wajib dilakukan sesuai aturan Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 8 Tahun 2021.
Aturannya, bagi WNI/WNA yang masuk ke Indonesia dari luar negeri wajib karantina selama 8 hari 7 malam di hotel yang sudah ditunjuk. Ada 64 hotel yang menjadi hotel repatriasi atau hotel yang digunakan untuk karantina WNA dan WNI dari luar negeri.
“Siapa hotel yang akan diusulkan komando tugas gabungan terpadu jaya, itu dari PHRI, kami sortir. Pertama harus punya sertifikat CHSE (Clean, Health, Safety, and Environment) dengan nilai 92, nggak bisa sembarangan hotel. Hotel-hotel tersebut juga harus menyediakan beberapa fasilitas yang sudah ditetapkan dalam kesepakatan. Ada SOP,” tegas Sekjen PHRI Maulana Yusran dikonfirmasi VOI, Kamis, 22 Juli.
Maulana menegaskan, WNI/WNA yang masuk ke hotel repatriasi sudah dinyatakan negatif dari tes PCR. Bila positif COVID-19, maka WNI/WNA dipindahkan ke tempat isolasi terpusat.
Bagi mereka yang datang dari luar negeri disodorkan 64 hotel repatriasi. Tidak pernah ada pemaksaan agar tamu memilih hotel tertentu.
“Masalah kualitas itu tergantung hotel. Jadi lihat dulu kasihan hotelnya sudah (dalam kondisi) begini, dibuat seolah-olah mereka bermain ini itu,” ujar Maulana.
Soal tudingan bisnis dari karantina WNI/WNA, Maulana meminta agar disertakan bukti. Segala koreksi diterima dan bakal dikroscek kebenarannya.
“Tolong dibuktikan, jangan nuduh orang. Nggak enak menuduh tanpa bukti. Silakan dikoreksi kita terbuka. Soal pelayanan makan nggak enak silakan ada tempatnya juga, hotel itu juga di era digital kasih review. Tapi ada aturan (selama karantina) tidak boleh makan di luar, nggak boleh Gojek, disiapkan 3 kali meals,” sambung Maulana.
Baca juga:
Menurut dia, 64 hotel repatriasi juga tidak mencari keuntungan terkait kewajiban WNI/WNA karantina. Sebab tingkat okupansi hotel dari WNI/WNA untuk menjalani masa karantina disebut Maulana tak sampai 10 persen.
“Hati-hati kita membangun persepsi, pemerintah sudah berjuang. Kita harus ada sense of crisis. Kalau ada koreksi sudah ada call center, media center di BNPB. Semua keterangan konsumen harus dikroscek. Kita bukan bicara untung kita siap dikoreksi untuk menjaga kualitas,” tegas Maulana.
Sebelumnya Koordinator Hotel Repatriasi Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Vivi Herlambang menyampaikan tarif hotel bagi WNA dan WNI yang menjalani karantina berdasarkan klasifikasi bintang.
"Harga hotel kami tentukan dengan seluruh anggota PHRI, tarif untuk menginap tujuh malam delapan hari dengan tiga kali makan, laundry lima pieces, dan tes PCR dua kali," ujar Vivi dalam konferensi pers bertema "Blak-blakan Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri" dikutip Antara, Jumat, 16 Juli.
Dia merinci, kisaran harga hotel berbintang tiga yakni Rp6,5 juta hingga Rp7,5 juta, hotel berbintang empat di kisaran Rp7,5 juta hingga Rp10 juta.
Kemudian, hotel berbintang lima di kisaran Rp10 juta Rp14 juta, dan luxury hotel di kisaran Rp14 juta sampai Rp20 juta.
Sementara untuk harga tes polymerase chain reaction (PCR), Vivi menyampaikan, biayanya sebesar Rp800.000.
"Harga PCR ditentukan dari Karantina Kesehatan, dan kita mendapatkan harga Rp800.000, dan itu sudah termasuk di dalamnya," paparnya.
Di samping itu, lanjut Vivi, general manager hotel juga harus menandatangani pakta integritas untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan.