Laporan ke DPR, Sri Mulyani Klaim APBN Semester I Responsif Kendalikan Pandemi dan Pulihkan Ekonomi
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyebut APBN semester I 2021 dilaksanakan secara responsif dan fleksibel sebagai instrumen utama dalam mendukung penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa realisasi APBN pada paruh pertama sejalan dengan membaiknya aktivitas ekonomi dan dukungan kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah, dalam menghadapi dampak pandemi dan akselerasi pemulihan ekonomi.
“APBN menjadi luar biasa penting mendorong ekonomi dan ini salah satunya ditunjukkan dengan belanja pemerintah yang menjadi motor penggerak di semester I ini,” ujarnya saat rapat dengan Badan Anggaran DPR RI secara virtual, Senin, 12 Juli.
Menkeu menambahkan, strategi fiskal yang bersifat ekspansif terlihat dari peningkatan realisasi pelaksanaan APBN.
Adapun, realisasi pendapatan negara mencapai Rp886,9 triliun atau tumbuh 9,14 persen (y-o-y) mencapai 50,9 persen dari target APBN tahun 2021.
Sementara realisasi belanja negara mencapai Rp1.170,1 triliun atau meningkat 9,38 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Melalui perkembangan pendapatan dan belanja negara tersebut, realisasi defisit anggaran semester I tahun 2021 mencapai Rp283,2 triliun atau sebesar 1,72 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto).
Kemudian, alokasi program PEN Tahun 2021 yaitu Rp699,4 triliun dengan realisasi sampai dengan semester I 2021 sebesar Rp252,3 triliun, atau 36,1 persen dari pagu.
“Pemerintah melalui APBN 2021 telah bekerja keras dengan peningkatan realisasi belanja negara dan telah responsif memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam bentuk dukungan penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan bagi UMKM dan dunia usaha,” tuturnya.
Baca juga:
Lebih lanjut, penanganan COVID-19, terutama akselerasi vaksinasi dan pembatasan mobilitas akan menentukan laju pemulihan ekonomi yang membutuhkan mobilisasi dana dan SDM (pusat-daerah) yang sangat besar.
Mantan bos IMF itu juga memaparkan bahwa pemerintah telah memperkecil proyeksi pembiayaan APBN untuk tahun ini.
“Prognosis hingga semester II 2021, sekitar Rp219 triliun pembiayaan lebih rendah dari UU APBN. Ini hal yang bagus, kita mengurangi kenaikan utang yang semestinya Rp1.177 triliun menjadi Rp958 triliun,” kata dia.
Di akhir laporannya, Menkeu mengungkapkan instrumen APBN terus diperkuat untuk merespon dampak negatif peningkatan kasus COVID-19 kepada perekonomian.
“Ekspektasi pemulihan ekonomi perlu terus didorong, namun pengendalian pandemi termasuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi dan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan 5M akan sangat menentukan laju pemulihan ekonomi ke depan,” tutup Menkeu Sri Mulyani.