Gelapkan Dana Sekolah Tinggi Keguruan di NTB, Lima Tersangka Ditahan

JAKARTA - Penyidik Pidana Umum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menahan lima tersangka kasus dugaan penggelapan anggaran di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima.

"Para tersangka ditahan penyidik usai menjalani pemeriksaan," kata Dirreskrimum Polda NTB Kombes Hari Brata di Mataram, dilansir Antara, Jumat, 18 Juni.

Lima tersangka yang ditahan di Rutan Polda NTB sejak Kamis, 17 Juni, berinisial HA, Ketua STKIP Bima periode 2016-2020; MF, Ketua Yayasan IKIP Bima periode 2019-2020; HM, kepala bagian administrasi umum periode 2016-2019; AA, kepala bagian administrasi umun periode 2019-2020, dan AZ, wakil ketua I bidang akademik periode 2016-2019.

Dalam proses penahanannya, Hari mengatakan para tersangka sudah menjalankan prosedur pencegahan penularan COVID-19.

"Hasil tes swab antigen para tersangka negatif COVID-19," ujarnya.

Kasus yang ditangani penyidik kepolisian berdasarkan adanya laporan polisi Nomor LP/360/XI/2020/NTB/SPKT, tertanggal 20 November 2020. Laporannya berkaitan dengan adanya dugaan pidana penggelapan anggaran STKIP Bima.

"Jadi dari hasil penyelidikannya telah ditemukan sedikitnya dua alat bukti yang berkaitan dengan indikasi pelanggaran pidana pada sangkaan pasal penggelapan," ucap dia.

Dari hasil gelar perkara, para tersangka terindikasi menggelapkan anggaran perguruan tinggi swasta itu dengan cara mengajukan permohonan rencana program yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perkuliahan.

"Mereka diduga kuat menggunakan anggaran itu untuk keperluan pribadi," kata Hari.

Dari hasil audit internal STKIP Bima, katanya, ditemukan kerugian dalam pemeriksaan laporan pertanggungjawaban program tersebut yang nilainya mencapai Rp12,8 miliar.

"Tetapi dari hasil penghitungan kami, nilai kerugian bertambah menjadi Rp19,3 miliar lebih," ujarnya.

Pihak kampus sebelumnya sudah memberikan kesempatan kepada kelima tersangka untuk merestorasi kerugian yang muncul. Namun tidak ada iktikad baik dari para tersangka sehingga kasus ini dibawa ke ranah hukum pidana.

Kelima tersangka dijerat Pasal 374 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP yang ancaman hukumannya lima tahun penjara.