Buruh Sebut Pemberian THR Pekerja Outsourcing Tak Sesuai Aturan, Ini Penjelasan PLN

JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN angkat suara mengenai pernyataan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menyebut bahwa perusahaan tidak membayar tunjangan hari raya (THR) kepada pekerja outsourcing atau alih daya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Vice President Hubungan Masyarakat Arsyadany G. Akmalaputri mengatakan pihaknya senantiasa mematuhi ketentuan yang berlaku sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan dan kebijakan internal perusahaan. Termasuk pemenuhan hak-hak normatif pegawai dan tenaga kerja, khususnya dalam hal pembayaran THR kepada pekerja outsourcing.

"Dalam hal pembayaran THR, PT PLN (Persero) memastikan telah memenuhi segala kewajiban yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan," katanya, di Jakarta, Kamis, 10 Juni.

Lebih lanjut, Arsyadany mengatakan permasalahan THR dan pengupahan pekerja vendor merupakan ranah hubungan industrial antara pekerja vendor dengan perusahaan pekerja. Artinya, hal ini bukan menjadi urusan PLN.

"Terkait permasalahan THR dan pengupahan pekerja vendor, hal tersebut merupakan ranah hubungan industrial antara pekerja vendor dengan perusahaan pekerja, bukan dengan PT PLN (Persero)," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden KSPI Said Iqbal menyoroti dugaan pelanggaran pemberian tunjangan hari raya (THR) 2021 yang dilakukan salah satu badan usaha milik negara (BUMN), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN kepada pekerja outsourcing (kontrak). Iqbal mengatakan THR yang diberikan tidak sesuai aturan yang berlaku.

"Bagaimana mungkin perusahaan negara yang penyertaan modalnya bahkan disuntik penambahan modalnya yang berasal dari uang rakyat tetapi para pekerja yang bekerja di BUMN tersebut khususnya PLN itu kesejahteraannya, upahnya, THR-nya, tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan bersifat eksploitatif," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 10 Juni.

Adapun peraturan yang berlaku meliputi aturan yang tertuang di dalam surat edaran (SE) Kemenaker mengenai pembayaran THR Keagamaan dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Termasuk peraturan yang sudah berlaku hampir 10 hingga 15 tahun di Tanah Air.

Iqbal menjelaskan pemberian THR yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku ini bermula dari peraturan direksi (Perdir) yang muncul secara tiba-tiba menjelang Lebaran tahun 2021. Aturan tersebut mengubah tunjangan kinerja dan tunjangan delta sebagai tunjangan tidak tetap.

"Perdir PLN menyatakan THR yang diterima oleh buruh outsourcing PLN adalah dikurangi. Dengan cara apa? Ya itu tunjangan kinerja dan tunjangan delta yang bersifat tunjangan tetap dan menjadi komponen untuk diberikan kepada outsourcing PLN dijadikan menjadi tunjangan tidak tetap," ucapnya.

Kata Iqbal, peraturan direksi PLN yang dikeluarkan secara tiba-tidak ini merugikan pekerja outsourcing PLN di seluruh Indonesia.

"Tiba-tiba saya katakan. Kalau berunding, kalau diberitahu jauh-jauh hari mungkin kita bisa paham. Tiba-tiba menjelang Lebaran, perdir atau peraturan direksi PLN dikeluarkan, yaitu merubah tunjangan kinerja dan tunjangan Delta yang tadinya adalah tunjangan tetap diperhitungkan sebagai bagian dari pemberian THR bersama gaji pokok, sekarang diubah menjadi tunjangan tidak tetap. Sehingga tidak dibayarkan pada THR 2021 ini," katanya.

Lebih lanjut, Iqbal mempertanyakan mengapa pekerja outsourcing harus mengikuti peraturan direksi PLN. Menurut dia, direksi tidak berhak mengeluarkan peraturan tersebut, lantara pekerja outsourcing merupakan pekerja dari vendor.

"Ini seperti perbudakan modern, anehnya kesejahteraan tidak diatur vendor atau agen outsourcing, tapi malah malah diatur direksi. Ngapain direksi mengeluarkan peraturan (untuk outsourcing)? Kan bukan karyawannya," ucapnya.

Iqbal mengatakan sebagai garda terdepan yang melayani langsung masyarakat seharusnya PLN lebih memanusiakan pekerja outsourcing. Menurut dia, selama ini banyak buruh outsourcing yang meninggal disengat listrik.

Namun, kata Iqbal, sayangnya keluarga atau ahli waris pekerja outsourcing tidak mendapatkan kompensasi apapun dari PLN. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian pemerintah untuk mensejahterakan buruh outsourcing.

"Banyak petugas outsourcing PLN yang meninggal disengat listrik di pelosok negeri. Buruh outsourcing PLN adalah garda depan dalam menyediakan, melakukan maintenance untuk rakyat. Tetapi THR-nya dibayar sekedarnya ada yang Rp1 juta, Rp2 juta. Walau dikatakan Menteri, BUMN rugi Rp500 triliun, tetapi bonus akhir tahunnya ratusan juta," tegasnya.