Bank Mandiri Nilai Ruang Penurunan Suku Bunga Acuan Sudah Mentok, Kebijakan AS jadi Penyebab

JAKARTA - PT Bank Mandiri Tbk menilai ruang penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia semakin sempit menyusul kondisi ekonomi global yang kian dinamis pasca satu tahun pandemi melanda. Dalam siaran persnya, bank BUMN tersebut menganggap bahwa situasi di negara adidaya Amerika Serikat (AS) menjadi pemicu utama.

“Hal ini didasarkan pada keputusan Bank Sentral AS yang mengumumkan untuk mulai menjual portofolio dari the Secondary Market Corporate Credit Facility (SMCCF),” ujar Office of Chief Economist Bank Mandiri pada Selasa, 8 Juni.

Lebih lanjut, pandemi COVID-19 yang dimulai sejak Maret 2020 telah memberikan dampak negatif yang begitu signifikan pada pasar keuangan dan aktivitas ekonomi secara umum di dunia, termasuk AS.

“Pengurangan kepemilikan portofolio korporasi memberikan sinyal bahwa The Fed (bank sentral AS) telah melihat pemulihan ekonomi AS kian membaik,” katanya.

Meski demikian, pengurangan portofolio korporasi memang tidak akan memberikan dampak yang begitu besar pada likuiditas karena jumlahnya yang relatif sangat kecil. 

“Pada FOMC (Federal Open Market Commettee) April 2021, The Fed masih mempertahankan arah kebijakan moneter yang dovish,” tuturnya.

Dijelaskan oleh Bank Mandiri jika pada pertemuan tersebut The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakannya atau Fed Funds Rate (FFR) pada kisaran 0,00 - 0,25 persen.

Lalu, otoritas moneter juga mengambil langkah untuk terus meningkatkan kepemilikan UST setidaknya 80 miliar miliar dolar AS per bulan dan agency mortgage-backed securities setidaknya 40 miliar dolar AS perbulan.

“Atas dasar ini kami melihat risiko normalisasi kebijakan moneter AS yang lebih cepat akan mempersempit ruang pemotongan suku bunga acuan lanjutan. Selain itu, inflasi dan defisit neraca transaksi berjalan diprediksi akan naik seiring dengan pemulihan ekonomi, sehingga BI-7DRRR diproyeksi akan tetap sebesar 3,50 persen sampai dengan akhir 2021,” tutup Bank Mandiri.