Semangat yang Bagus Pemerintah, Sekarang Bereskan Harga Kedelai sebelum Daftarkan Tempe ke UNESCO
JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno akan mendaftarkan tempe menjadi warisan dunia ke UNESCO. Semangat yang baik. Sekarang saatnya pemerintah bereskan masalah harga kedelai. Jangan sampai tempe musnah di waktu yang sama ketika ia tercatat sebagai warisan dunia di PBB.
Sebutlah kami berlebihan soal musnahnya tempe. Tapi tanda-tanda kecilnya sudah tampak. Dimulai dari tercekiknya para perajin tempe. Di Cibuntu, Kota Bandung, para perajin tahu dan tempe mogok produksi sebagai bentuk protes dari melangitnya harga kedelai.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung Elly Wasliah, dikutip Antara, menjelaskan, di Kota Bandung, harga kedelai sudah mencapai Rp10.700 per kilogram. Harga itu meningkat dari April lalu yang dikatakan Elly stabil di angka Rp9.200 per kilogram.
[JURNALISME RASA: Kami ke Pabrik Tahu, Pasar hingga Warteg untuk Melihat Dampak Nyata Kenaikan Harga Kedelai]
Aksi mogok perajin tahu-tempe
Nyatanya harga kedelai Rp10.700 ataupun Rp9.200 per kilogram bukanlah angka normal. Dadang (54), seorang perajin tahu Cibuntu mengatakan normalnya harga kedelai itu Rp6.800 sampai Rp7 ribu per kilogram.
"Sebelum lebaran saja sudah Rp10 ribu per kilogram. Sekarang naiknya sudah sampai Rp11 ribu," kata Dadang, dikutip CNN Indonesia, Jumat, 28 Mei.
Dadang menyebut solusi mogok sebagai hal yang mau tak mau dilakukan. Jika produksi tempe ataupun tahu mereka lanjutkan, ongkos produksi tak mungkin lagi bisa mereka tutupi. Apalagi angka Rp10 ribuan hari ini diprediksi masih akan terus merangkak naik.
"Opsinya kan menaikkan harga atau kecilkan ukuran tahu. Kalau sekarang dikecilkan juga ongkos produksinya enggak ketutup lagi," ujar Dadang.
Paguyuban Tahu Tempe Jawa Barat menjelaskan produksi dan penjualan akan dihentikan selama tiga hari, dimulai hari ini, Jumat, 28 Mei. Mereka juga menyepakati menaikkan harga jual tahu dan tempe 15-25 persen sebagai imbas kenaikan harga kedelai.
Mereka sadar aksi mogok akan mengakibatkan kerugian bagi mereka. Tapi, lagi-lagi, ini bagai langkah yang suka tak suka harus diambil. Dan ada pesan dari aksi ini.
"Kami berharap pemerintah bertindak menyesuaikan harga kedelai. Karena pelanggan tidak mau tahu soal kenaikan bahan baku," tertulis dalam surat edaran yang dirilis paguyuban.
[JURNALISME RASA: Kami ke Pabrik Tahu, Pasar hingga Warteg untuk Melihat Dampak Nyata Kenaikan Harga Kedelai]
Apa yang terjadi?
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung Elly Wasliah mengatakan lonjakan harga kedelai di dalam negeri tak lepas dari kenaikan harga kedelai global. Satu faktor paling dasar adalah Amerika Serikat (AS) --yang merupakan penyuplai utama kedelai dunia-- yang belum memasuki masa panen.
Meski begitu Elly mengatakan stok kedelai aman. "Tapi Kemendag sudah memastikan stok kacang kedelai dalam kondisi yang aman meski memang harganya saja yang bergerak naik," kata Elly, dilansir Antara, Jumat, 28 Mei.
Elly juga menjelaskan pihaknya terus berupaya menstabilkan harga kacang kedelai dengan memotong mata rantai distribusi. Nantinya distribusi kacang kedelai akan langsung terhubung dengan pedagang tahu dan tempe.
"Jadi, memutus mata rantai supaya tidak ada lagi yang menyebabkan harga mahal, itu salah satu upayanya," kata Elly.
Beda menurut Elly, lain kata David (32), seorang perajin tahu lain dari Cibuntu. Menurut David stok kedelai lokal di lapangan justru amat minim. Hal itu yang mendorong para perajin tahu-tempe menggunakan kedelai impor. Ada masalah sejak di lahan pertanian.
"Lokal mah sudah lama tidak produksi. Petaninya juga memilih menanam padi ketimbang menanam kedelai karena harganya lebih tinggi," kata David.
[JURNALISME RASA: Kami ke Pabrik Tahu, Pasar hingga Warteg untuk Melihat Dampak Nyata Kenaikan Harga Kedelai]
Ironi tempe
Persoalan ini harus segera diselesaikan. Jangan jadi ironi karena Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno tengah berencana mendaftarkan tempe sebagai warisan dunia ke UNESCO. Ide itu diutarakan Sandi dalam jumpa pers virtual, Senin, 24 Mei.
Kata Sandi tempe akan didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda UNESCO. Pendaftaran akan dilakukan tahun depan. Sandi melihat tempe sebagai kuliner menarik, sebagaimana dangdut.
"Tempe sebagai kuliner budaya dunia UNESCO ini menarik. Setelah kita mendorong dangdut menjadi intangible cultural heritage. Maka, tempe akan jadi item selanjutnya. Segala persiapannya juga sudah kami lakukan," kata Sandi.
"Kami mendukung semua tempe. Mulai dari sasetan hingga yang sebesar batu bata. Ini dinilai bisa ditetapkan jadi warisan budaya dunia, yang membutuhkan beberapa tahapannya," lanjut Sandi.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyoroti ironi ini. Menurut dia ada dua cara melihat persoalan ini. Pertama, bahwa ide Sandi adalah hajat sektoral kementeriannya sehingga kita tak perlu memikirkan nasib para perajin.
Yang kedua, tentu saja dalam perspektif yang lebih holistik, bahwa kebijakan soal tempe yang diambil kementerian apapun itu adalah hajat negara. Bukan agenda sektoral, apalagi individu politik.
Jika mengimani perspektif kedua, maka ide mengangkat kehormatan tempe sebagai warisan dunia wajib diselaraskan dengan upaya-upaya pelestarian tempe itu sendiri. Apa sih cara paling sederhana melestarikan tempe kalau bukan memastikan produksi berkelanjutan?
"Kalau menurut saya persoalannya ini ada ego sektoral antarkementerian, sehingga kolaborasi antarkementerian ini yang terwujud bukan koordinasi dan kerja sama. Justru kompetisi. Di situlah ada banyak masalah tidak saling sinergis, tapi kompetitif," kata Trubus, dihubungi VOI, Jumat, 28 Mei.
Sebaik-baiknya ide Sandi, jika dalam kenyataannya para perajin tempe dan tahu mengalami kesulitan-kesulitan, maka ada permasalahan di sana. Jika sudah begitu, jangan heran jika ide mendaftarkan tempe ke UNESCO menimbulkan resistensi di belakang.
"Ini akan jadi boomerang manakala kolaborasi dan kerja samanya tidak sinkron. Masyarakat ini menerima satu kebijakan. Tapi kan mereka lihat kenyataan. Kalau ini kan seperti halu saja. Nanti itu ujungnya resistensi," kata Trubus.
"Saya sih mendukung kebijakan itu dicreate lagi. Tapi dengan dialog dengan kementerian terkait. Supaya menghindari resistensi dan menghindari oknum yang bermain," tambah Trubus.
[JURNALISME RASA: Kami ke Pabrik Tahu, Pasar hingga Warteg untuk Melihat Dampak Nyata Kenaikan Harga Kedelai]
*Baca Informasi lain soal KEBIJAKAN PUBLIK atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.
BERNAS Lainnya
Baca juga:
- Ghosting dalam Sudut Pandang Perdata dan Pidana serta Preseden-presedennya
- Takuti Warga Tanpa Masker Pakai Pocong dan Waria: Kontribusi Negara Melanggengkan Stigma Transpuan
- Catat Para Pejabat yang Terlibat dalam Rapat Pemberhentian 51 Pegawai KPK
- Industri Penerbangan Terancam Mati, Tapi Ternyata Harapan Kita Ada di Maskapai Berongkos Murah