Belajar dari Perpisahan Alvin Faiz dan Larissa Chou, Ini 5 Dampak Pernikahan Dini
JAKARTA – Sejumlah anjuran diberikan untuk meminimalisir atau tidak menikah pada usia dini. Hal tersebut memiliki alasan ilmiah, salah satunya tingkat kematangan emosi penting menjadi landasan dalam berumah tangga.
Melansir VOI, Larissa Chou mengajukan gugatan cerai kepada Alvin Faiz. Pasangan ini telah membangun biduk rumah tangga sejak 5 tahun yang lalu. Tepatnya ketika masih berusia 17 tahun. Tidak diungkapkan alasan perpisahan, tetapi hal ini bisa menjadi sumber pelajaran mengenai dampak pernikahan dini.
Kematangan emosi untuk wanita rata-rata dicapai pada usia 21 tahun sedangkan pria 25 tahun. Idealnya, pada usia tersebut jadi ukuran minimal siap menikah. Berikut dampak buruk yang rata-rata terjadi pada pernikahan dini.
Pengembangan diri terhambat
Usia muda adalah waktu produktif untuk membangun dan mengembangkan diri. Apabila anak pada usia masih sangat muda atau menginjak dewasa menikah, minat, bakat, potensi, dan pendidikan jadi tersendat.
Kesempatan untuk lebih berkembang secara karir maupun cita-cita dibatasi dengan bertanggung jawab pada kehidupan rumah tangga.
Baca juga:
Kontrol emosi rendah bisa memicu kekerasan dalam rumah tangga
Ini mengapa kematangan emosi menjadi landasan dalam berumah tangga. Kematangan emosi berkaitan dengan cara mengontrol emosi dan merilis emosi-emosi negatif tanpa melukai pasangannya. Usia remaja dan memasuki dewasa, emosi masih belum stabil sehingga cekcok dan kekerasan rentan terjadi.
Kesempatan mandiri secara ekonomi cenderung rendah
Dampak buruk ketiga dari pernikahan dini adalah kesempatan mandiri cenderung rendah, baik mandiri secara finansial, psikologis maupun kesejahteraan keluarga. Akses pekerjaan terbatas berkaitan dengan pengalaman kerja minim serta pendidikan kurang mumpuni.
Risiko kesehatan reproduksi pada wanita
Melansir Siap Nikah, Jumat, 21 Mei, Dokter Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menerangkan bahwa abatomi leher rahim pada wanita usia di bawah 20 tahun dan di atas 21 tahun itu berbeda. Wanita yang menikah pada usia 20 tahun lebih tinggi berisiko mengalami kanker serviks.
Secara anatomi, leher rahim atau serviks sebagai penghubung vagina dan rahim. Area serviks masih terbuka ketika usia di bawah 20 tahun dan memperbesar potensi terserang kanker. Pada usia 21 tahun ke atas, saluran penghubung tersebut sudah mulai tertutup sehingga risiko lebih kecil.
Risiko penelantaran meningkat
Pernikahan pada usia yang belum matang bisa mengganggu kondisi psikologis setiap pasangan. Ketidaksiapan secara mental dan besarnya beban yang perlu dilunaskan sebagai orang tua juga memicu risiko buruk pada pernikahan dini.
Menikah muda dan memiliki buah hati membutuhkan pertanggungjawaban penuh. Absennya kesiapan mental, kematangan emosi, dan kecukupan finansial berperan dalam penelantaran pada janin dan buah hati.
Dari lima dampak di atas, kita bisa belajar bahwa menikah tak hanya membutuhkan kebulatan niat, tetapi juga kesiapan berbagai aspek meliputi psikologis, ekonomi, sosial, dan pengetahuan.