Vonis Lima Eks Pejabat Waskita Karya yang Rugikan Negara Rp202 Miliar
JAKARTA - Majelis hakim menyatakan perbuatan korupsi yang dilakukan lima orang bekas pejabat PT Waskita Karya (Persero) Tbk mencoreng nama baik perusahaan konstruksi milik negara tersebut. Hal ini masuk dalam hal yang memberatkan.
"Keadaan yang memberatkan, para terdakwa mencemarkan nama baik perusahaan tempat terdakwa bekerja, yaitu PT Waskita Karya," kata ketua majelis hakim Panji Surono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir Antara, Senin, 26 April.
Kelima orang terdakwa tersebut adalah mantan Kepala Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II PT Waskita Karya 2008-2011 Desi Arryani, mantan Kepala Proyek Pembangunan Kanal Timur – Paket 22 PT Waskita Karya Fathor Rachman, mantan Kepala Bagian Pengendalian II Divisi II PT Waskita Karya Jarot Subana, mantan Kepala Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir Fakih Usman, dan mantan Kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil III PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar.
Kelimanya dinyatakan terbukti merugikan keuangan negara hingga Rp202,296 miliar, karena membuat 41 kontrak pekerjaan fiktif.
Terdakwa I Desi Arryani divonis 4 tahun ditambah denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 2 bulan. Ia dinyatakan terbukti menerima keuntungan Rp3,415 miliar, namun tidak diwajibkan membayar uang pengganti karena telah mengembalikan seluruh uang yang ia dinikmati.
Terdakwa II Fathor Rachman divonis 6 tahun ditambah denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 2 bulan. Fathor diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp3,67 miliar yang bila tidak dibayar maksimal 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka hartanya akan dilelang dan bila tidak mencukupi akan dipidana selama 1 tahun,
Terdakwa III Jarot Subana divonis 6 tahun ditambah denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 2 bulan. Jarot diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp7,124 miliar yang bila tidak dibayar maksimal 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka hartanya akan dilelang dan bila tidak mencukupi akan dipidana selama 2 tahun.
Terdakwa IV Fakih Usman divonis 6 tahun ditambah denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 2 bulan.
Baca juga:
- Anak Awak KRI Nanggala-402 Dapat Beasiswa Penuh dari Menteri Pertahanan
- Dapat Tambahan Sinovac-AstraZeneca, Menkes Budi Minta Daerah Ngegas Vaksinasi Kembali
- Hotman Paris Siap Bantu Biaya Sekolah Anak yang Kunci Ayahnya Kru KRI Nanggala-402 di Kamar
- Pengacara Rizieq Shihab Semprot Kepala Puskesmas Megamendung, Saudara Jangan Main-main!
Fakih telah mengembalikan uang sebesar Rp2,9 miliar dari total yang ia terima sebesar Rp8,878 miliar, sehingga diwajibkan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp5,97 miliar yang bila tidak dibayar maksimal 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka hartanya akan dilelang dan bila tidak mencukupi akan dipidana selama 2 tahun.
"Terdakwa Fakih Usman mengajukan diri sebagai 'justice collaborator', namun terdakwa tidak mengakui perbuatannya maka majelis hakim tidak mengabulkan permintaan Faqih Usman untuk menjadi 'justice colalborator'," ujar hakim.
Terdakwa V Yuly Ariandi Siregar divonis 7 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan pengganti selama 2 bulan.
Yuly telah mengembalikan uang sebesar Rp220 juta dari total yang ia terima sebesar Rp47,387 miliar, sehingga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp47,166 miliar yang bila tidak dibayar maksimal 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka hartanya akan dilelang dan bila tidak mencukupi akan dipidana selama 2,5 tahun.
Divisi II PT Waskita Karya bertugas untuk melakukan pekerjaan pembangunan proyek konstruksi berskala besar, yaitu di atas Rp100 juta dengan menggunakan teknologi tinggi dan wilayah kerjanya mencakup seluruh Indonesia dengan proyek-proyek meliputi pembangunan bandara, jembatan, jalan tol, normalisasi sungai, bendungan, dan pelabuhan.
Para terdakwa menyepakati menghimpun dana "non budgeter" dengan cara membuat kontrak pekerjaan-pekerjaan subkontraktor fiktif yang melekat pada proyek-proyek utama yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya yang nantinya pembayaran atas pekerjaan-pekerjaan kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif tersebut dikembalikan lagi (cash back) ke PT Waskita Karya.
Perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif yang ditunjuk diberikan "fee" peminjaman bendera sebesar 1,5-2,5 persen dari nilai kontrak.
Untuk memudahkan proses administrasi khususnya 'cash back' kepada Divisi Sipil, terdakwa I Desi Arryani mengusulkan, agar Divisi Sipil 'meminjam bendera' perusahaan subkontraktor milik pejabat/pegawai PT Waskita Karya (Persero).
"Perbuatan tersebut seharusnya tidak dilakukan para terdakwa karena ada benturan kepentingan tapi tetap dilakukan, para terdakwa malah tetap melanjutkan kontrak padahal kontraktor terafiliasi dengan pegawai Waskita Karya," ungkap hakim.
Menurut hakim, terjadi penyalahgunaan wewenang terhadap jabatan dan kedudukan para terdakwa.
"Yaitu menandatangani penandatanganan 41 kontrak dan subkontrak fiktif, menandatangani pemborongan pemesanan, membuat berita acara prestasi pekerjaan, membuat berita acara pembayaran dan kuitansi pembayaran kepada perusahaan subkontrak pendukung yang seluruhnya direkayasa dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan," ungkap hakim.
Hakim juga menilai terdakwa III Jarot Suhana dan terdakwa IV Yuli Ariandi Siregar tidak melakukan verifikasi dengan benar mengenai dokumen pencairan kontraktor.
"Padahal terdakwa telah mengetahui dari kepala proyek bahwa dokumen itu direkayasa atau fiktif, tapi tetap dilakukan verifikasi terhadap dokumen seolah-olah benar selanjutnya diminta persetujuan kepada terdakwa I dan terdakwa II selaku Kepala Divisi III, Kepala Divisi II dan Divisi Sipil, sehingga dapat melakukan pencairan pembayaran dan menimbulkan kerugian keuangan negara," ujar hakim.
Atas putusan tersebut, Jaro Subana menyatakan banding, sedangkan Desi Arryani, Fathor Rachman, Fakih Usman, Yuly Ariandi Siregar serta jaksa KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.