Penerimaan Bea Cukai hingga Akhir 2024 Capai Rp300,2 Triliun

JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2024 sebesar Rp300,2 triliun.

Angka ini meningkat jika dibandingkan dari periode sebelumnya, namun tetap tak mencapai dari target APBN 2024 senilai Rp321 triliun.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, penerimaan bea dan cukai tahun ini mengalami peningkatan dari tahun 2023 yang hanya Rp286,16 triliun.

Namun jumlah penerimaan bea dan cukai masih rendah dari UU APBN 2024 sebesar Rp321 triliun.

"Jadi, alhamdulillah tahun 2024, total penerimaan kita adalah Rp300,2 triliun. Berdasarkan Perpres, dan target berdasarkan Lapsem yang persetujuan DPR kita di Rp296 triliun," katanya dalam Media Briefing, Jumat, 10 Oktober.

Nirwala merincikan, penerimaan bea masuk sebesar Rp53 triliun atau tumbuh 4,1 persen (yoy), penerimaan bea keluar sebesar Rp20,9 triliun atau meroket 53,6 persen (yoy), penerimaan cukai hasil tembakau senilai Rp216,9 triliun atau naik 1,6 persen (yoy), dan penerimaan cukai MMEA dan EA sebesar Rp9,2 triliun atau tumbuh 13,9 persen (yoy).

Selain itu, Nirwala mengatakan, pihaknya mempunyai Extra Effort Penerimaan Negara dari penolakan keberatan sebesar Rp1,071 miliar, nota pembetulan senilai Rp2,588 miliar, audit sekitar Rp978 miliar, penelitian uang sebesar Rp443 miliar, sanksi sebesar Rp62 miliar, penagihan juru sita senilai Rp43 miliar dan ultimum remedium sebesar Rp66 miliar.

"Kemudian selain penerimaan tadi, Kita juga punya extra effort yaitu mulai dari penolakan keberatan tadi Kemudian juga nota pembetulan, Ingat tadi di undang-undang Sejak undang-undang kepabeanan dan Cukai Itu kan titik berat pengawasan ada di post clearance Karena kalau di pelabuhan itu ada tekanan waktu," tuturnya.

"Kemudian juga penelitian ulang kemudian juga sanksi kemudian penagihan juru sita Maupun ultimum remedium. Kalau ultimum remedium itu ada di Bidang Cukai Ini sebetulnya penyelarasan dengan undang-undang HPP," tambahnya.

Menurut Nirwala, keberhasilan implementasi program reformasi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk integrasi data lintas kementerian dan lembaga.

"Kolaborasi menjadi kunci utama untuk menciptakan sistem kepabeanan dan cukai yang modern, transparan, dan akuntabel," jelasnya.