Analisis Netray: Keputusan PPN 12 Persen untuk Barang dan Jasa Mewah Didominasi Reaksi Negatif Publik

JAKARTA - Pemerintah akhirnya memutuskan tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai berlaku 1 Januari 2025, meski keputusan ini mendapat gelombang penolakan yang cukup deras. Warganet menilai stimulus ekonomi yang ditawarkan pemerintah imbas dari PPN 12 persen tidak banyak membantu.

Pemerintah mengumumkan secara rinci barang-barang apa saja yang terkena kenaikan PPN 12 persen, yang sebagian besar adalah barang dan jasa yang tergolong komoditas tersier atau mewah. Namun yang termasuk barang mewah menurut pemerintah adalah beras premium, ikan salmon premium, hingga sekolah swasta internasional.

Sebenarnya, sejak awal kenaikan tarif PPN ini menuai protes warganet. Makanya ketika pemerintah akhirnya memastikan PPN 12 persen untuk barang mewah kembali menjadi trending perbincangan warganet X pada Rabu (18/12).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Menteri Perdagangan Budi Santoso, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, dan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait berpegangan tangan usai konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww/am)

“Netray mencatat Perbincangan terkait PPN 12 persen pada hari itu mencapai 103,8 ribu unggahan,” demikian laporan Netray.

“Bahkan selama sepekan ke belakang percakapan soal kenaikan ini tak pernah habis. Seperti pada tanggal 12 Desember ketika perbincangannya mencapai 1,2 ribu unggahan ketika warganet mengaitkan isu ini dengan kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).”

Diprotes Penggemar K-Pop

Aksi protes warganet mudah terbaca di linimasa karena sentimen negatif begitu mendominasi perbincangan. Sekitar 56 persen atau sebanyak 56,8ibu unggahan adalah perbincangan dengan nada negatif, sedangkan sentimen positif yang hanya sebesar 20 persen atau 20,7ribu unggahan. Untuk mengetahui bagaimana protes warganet selama periode 12 -18 Desember 2024 di media sosial X dengan menggunakan kata kunci ppn&&12, berikut analisis selengkapnya.

Gelombang penolakan terus bergulir dalam tanda pagar #TolakPPN12Persen. Tagar ini masih menjadi yang paling banyak muncul dalam perbincangan selama periode pemantauan, muncul sebanyak 16,3 ribu. Di urutan berikutnya ada tagar #PajakMencekik yang mencapai 14,5 ribu unggahan.

Lewat tagar-tagar ini, warganet menggaungkan apa saja yang akan terdampak bila kenaikan benar-benar terjadi. Di antara yang mengkhawatirkan kenaikan PPN ini adalah akun penggemar Kpop, antara lain @nctzenhumanity, @perfectlysvt, dan @Khhproject_ID.

Fans Kpop ajak menyuarakan aksi tolak kenaikan PPN 12 persen. (Netray)

@nctzenhumanity mengajak fans grup NCT (NCTzen) untuk ikut menyuarakan penolakan kenaikan PPN 12 persen. Sedangkan @perfectlysvt dan @Khhproject_ID menyerukan dampak kenaikan harga tiket konser karena aturan tersebut.

Di saat yang sama, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi 2025 untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, yang terdampak kenaikan PPN ini. Stimulus ini mulai dari sektor rumah tangga berupa bantuan beras, diskon listrik 50 persen hingga sektor perumahan dalam bentuk PPN PDT (Pajak Ditanggung Pemerintah).

Tapi warganet merasa bantuan itu tidak sebanding dengan kenaikan pajak. Hal ini dilontarkan beberapa akun seperti @KangSemproel, yang menyoroti bantuan berupa diskon listrik di bawah 2.200 VA hanya selama dua bulan. Ia pun menghitung bantuan 20 kg beras yang setara Rp300 ribu.

Statistik perbincangan kenaikan PPN 12 persen. (Netray)

Selain protes terkait bantuan stimulasi, sejumlah topik lain juga menjadi sorotan warganet. Seperti dapat terlihat dalam jajaran kata populer atau top words ketika warganet membicarakan harga beras premium yang juga dikenai PPN 12 persen. Kata beras banyak disebut warganet sehingga terlihat masuk dalam jajaran teratas kata populer. 

Ini lantaran beras premium termasuk yang terkena PPN 12 persen, padahal petani di tidak terjamin makan dan tempat tinggalnya. Sedangkan akun @frinana20 merasa ditipu oleh pemerintah karena beras premium terkena PPN 12 persen. Sementara mobil hybrid malah mendapat insentif, termasuk gula, tepung, dan minyak yang satu persennya ditanggung oleh pemerintah meskipun ujung-ujungnya berasal dari uang rakyat juga.

Dibandingkan dengan Negara Tetangga

Perbincangan terkait kenaikan PPN 12 persen tak hanya membahas kritik atas kebijakan tersebut. Warganet juga aktif membandingkan kebijakan pajak Indonesia dengan negara lain. Misalnya, nama Vietnam mencuat dalam diskusi karena negara tersebut dikabarkan akan menurunkan PPN menjadi delapan persen. 

Hal ini diungkapkan oleh akun @Purplewithyell1 yang menyebut negara-negara seperti Korea Selatan, Australia, dan Malaysia hanya menerapkan PPN 10 persen, sementara Singapura menetapkan sembilan persen. Di sisi lain, Indonesia menaikkan PPN menjadi 12 persen, yang dinilai memberatkan rakyat.

Peak time perbincangan kenaikan PPN 12 persen. (Netray)

Akun lain juga menyoroti perbedaan ini dengan menyebut Kementerian Perekonomian Indonesia kurang cerdas dibanding Vietnam, yang berani menurunkan PPN demi mendorong daya beli masyarakat. Hasilnya, Vietnam tidak hanya meningkatkan daya beli rakyatnya tetapi juga penerimaan pajak negara. Sebaliknya, kenaikan PPN 12 persen di Indonesia dikhawatirkan akan melemahkan daya beli rakyat.

Karena seperti diketahui, melemahnya daya beli ini salah satunya disebabkan jenis barang yang akan kena pajak. Pemerintah memang mengklaim bahwa hanya komoditas barang mewah.

Namun warganet menilai sejumlah barang lain juga akan terdampak secara tidak langsung, seperti sabun. Akun @Es5e9ar menyoroti bahwa sabun bukanlah barang mewah, tetapi mobil truk yang mengangkut sabun serta mesin produksinya justru dianggap barang mewah. Akibatnya, biaya tambahan dari pajak ini hampir pasti akan dibebankan ke konsumen.

Keputusan pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen telah memicu gelombang kritik yang masif warganet. Kenaikan ini tidak hanya berdampak langsung pada harga barang mewah, tetapi secara tidak langsung juga akan memengaruhi daya beli masyarakat secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat melemahkan kondisi ekonomi Indonesia. Stimulus yang diberikan pemerintah dirasa tidak sebanding dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan berlaku selamanya.