Kemenag Diminta Percepat Sertifikasi 484.737 Guru Madrasah di Indonesia

MANOKWARI – Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Filep Wamafma, meminta Kementerian Agama (Kemenag) mempercepat proses sertifikasi bagi 484.737 guru madrasah yang belum memiliki sertifikat pendidik.

Filep juga menekankan pentingnya revitalisasi sekolah madrasah di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan berbasis keagamaan.

Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), sebanyak 60,8 persen guru madrasah belum tersertifikasi, dengan mayoritas merupakan pendidik non-ASN.

"Komite III melihat masih banyak pendidik non-ASN di bawah naungan Kemenag yang belum tersertifikasi," ujar Filep dikutip ANTARA, Rabu 3 Desember.

Filep menyarankan Kemenag menerbitkan regulasi khusus bagi guru madrasah berusia di atas 55 tahun untuk mendapatkan sertifikasi, mempercepat pendidikan profesi guru (PPG), dan meningkatkan insentif bagi tenaga pendidik. Hal ini, menurutnya, sesuai aspirasi dari Forum Guru Sertifikasi Non Inpassing (FGSNI) yang mewakili para guru madrasah swasta.

"Ada guru madrasah usia 55 tahun ke atas yang belum ter-cover dalam SK Inpassing 2023. Selain itu, perlu dilakukan revisi terhadap KMA Nomor 75 Tahun 2023," tegas Filep.

Ia juga mengusulkan agar anggaran Kemenag sebesar Rp65,92 triliun pada 2025 dialokasikan untuk program sertifikasi guru, peningkatan sarana prasarana pendidikan, dan operasional pendidikan.

Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, menyatakan pihaknya telah merancang langkah percepatan penyelesaian pendidikan profesi guru dalam waktu dua tahun. Program ini mencakup guru madrasah serta guru pendidikan agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.

“Kami sedang mengusulkan tambahan anggaran PPG 2025 kepada Kementerian Keuangan,” ungkap Nasaruddin.

Selain itu, program kerja Kemenag 2025 akan mencakup revitalisasi sarana prasarana madrasah, penerimaan calon ASN, dan peningkatan layanan pendidikan berbasis keagamaan. Program ini diselaraskan dengan visi Indonesia Maju yang menekankan pembangunan berkelanjutan dan inklusif.

Filep menilai kerja sama antara Komite III DPD RI dan Kemenag sangat penting untuk menjembatani kebijakan nasional dengan kebutuhan daerah.

“Sinergi ini menjadi langkah strategis untuk memastikan pemenuhan hak pendidikan dan pembangunan berbasis nilai keagamaan yang inklusif dan moderat,” ujarnya.

Melalui kolaborasi ini, Kemenag diharapkan dapat mewujudkan mutu pendidikan agama yang lebih baik, sekaligus menjaga kerukunan umat beragama di seluruh Indonesia.