Serba-serbi Pilkada 2024: Kemenangan Kotak Kosong, Angka Partisipasi Rendah, dan Lonjakan Suara Dharma-Kun
JAKARTA – Selain muncul kejutan dalam hasil quick count di beberapa daerah, partisipasi pemilih yang rendah juga mewarnai Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024. Tak hanya itu, dalam pemilihan kepala daerah tahun ini juga mencatat kemenangan kotak kosong di Kota Pangkalpinang, Kepulauan Riau.
Pilkada 2024 telah digelar pada 27 November lalu. Namun demikian, pemilihan kepala daerah yang digelar serentak di 545 daerah meliputi 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota meninggalkan cerita. Kemenangan pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah atas Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi di Banten menurut sejumlah pengamat adalah sebuah anomali.
Tapi cerita pilkada tidak hanya di Banten. Di Kota Pangkalpinang misalnya, kotak kosong meraih kemenangan melawan calon tunggal Maulan Aklil-Masagus Hakim. Selain itu, rendahanya partisipasi pemilih juga menjadi perhatian.
Sejumlah pengamat menyebut rendahnya partisipasi pemilih, seperti di Jakarta misalnya, disebabkan karena tidak ada calon yang merepresentasikan masyarakat sehingga memilih untuk tidak mencoblos.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengakui angka partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta merosot dan akan menjadi evaluasi. Namun ia mengaku situasi tersebut tidak hanya terjadi di Jakarta. Kata Dasco, beberapa daerah lain mengalami penurunan partisipasi pemilih karena beberapa hal, misalnya faktor cuaca.
"Karena cuaca terutama terjadi hujan lebat dan lain-lain. Sehingga partisipasi pemilih itu turun seperti di Batam kan monitor, Kepulauan Riau misalnya itu hujan lebat sekali," ucap Dasco.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Rahadiansyah menyebut turunnya tingkat partisipasi pemilih Pilkada Jakarta karena sosok yang disuguhkan pada pesta demokrasi lima tahunan ini bukan orang yang diharapkan publik menyusul kandasnya rencana Anies Baswedan maju.
Adanya Kelelahan Politik
Berdasarkan sejumlah informasi, hanya ada 4,3 juta suara sah dari total 8,2 juta daftar pemilih tetap (DPT) atau hanya 53,05 persen di Pilgub Jakarta. Hal ini sejalan dengan quick count atau hitung cepat Indikator Politik Indonesia yang menyebut tingkat partisipasi pemilih di daerah tersebut hanya sekitar 57,73 persen.
Saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pun angkanya masih tinggi. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jakarta menyebut partisipasi untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) di wilayah Jakarta mencapai 78,78 persen, untuk pemilihan DPR RI mencapai 77,57 persen, pemilihan DPD RI mencapai 77,65 persen, dan untuk pemilihan DPRD Provinsi mencapai 77,46 persen.
Angka partisipasi Pilgub Jakarta juga menjadi yang terendah sepanjang pelaksanaannya. Pada 2007, tingkat partisipasi Pilgub mencapai 65 persen, kemudian Pilgub Jakarta 2012 sekitar 65 persen, dan terakhir pada 2017 angkanya masih melonjak menjadi 78 persen.
Angka partisipasi pemilih yang rendah tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga daerah lainnya. Di Sumatra Utara partisipasi pilkada hanya 55,6 persen. Ada dua paslon yang bertarung di Sumut, yaitu Bobby Nasution-Surya dan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Segala.
Komisioner KPU Idham Kholik menegaskan akan melakukan evaluasi terkait rendahnya tingkat partisipasi Pilkada yang rata-rata tidak mencapai 70 persen. Tapi ia menolak pihaknya menjadi satu-satunya yang bertanggung jawab atas fenomena ini. menurut Idham, partai politik juga seharusnya ikut bertanggung jawab karena KPU sudah berusaha maksimal melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini menganggap fenomena ini disebakan beberapa hal. Pertama, masyarakat merasa kelelahan atau election fatigue lantaran pemilu nasional dan pilkada diselenggarakan secara simultan di tahun yang sam. Kelelahan ini, menurut Titi, tdak hanya dirasa pemilih namun juga pada penyelenggara pemilu, bahkan partai politik.
Kedua, terkait pencalonan kepala daerah yang sentralistis di tangan pengurus pusat partai politik. Hal ini menyebabkan banyak calon yang tidak sejalan dengan aspirasi daerah dan lebih mencerminkan selera elite politik nasional.
"Ini yang membuat mesin partai tidak bekerja di sejumlah daerah dalam melakukan kampanye pemenangan untuk calon yang diusung partainya," jelas Titi.
Calon Tak Sesuai Harapan
Terkait calon kepala daerah yang tidak sesuai dengan keinginan warga juga diamini pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah. Ia mengatakan, menurunnya tingkat partisipasi pemilih Pilkada Jakarta karena sosok yang maju bukan orang yang diharapkan publik.
Contohnya adalah warga Jakarta, kata Trubus, masih menyayangkan gagalnya Anies Baswedan maju dalam pilkada menyusul serba-serbi yang terjadi dunia politik sebelum partai mengumumkan calon mereka.
“Yang diharapkan pemilih Jakarta, kalau bukan Anies, ya Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Memang sosok-sosok yang dipilih bukan mewakili keinginan masyarakat Jakarta. Karena yang bertanding itu kan bukan orang yang diharapkan," tutur Trubus.
Selain warga yang kurang sreg dengan mereka yang bertarung di pilkada, Trubus juga menyebut masyarakat sudah tidak terlalu antusias menyalurkan hak pilih karena merasa tidak ada perubahan signifikan dalam kehidupan mereka sehingga tidak berdampak langsung pada warga.
“Artinya masyarakat menganggap bahwa itu hanyalah rutinitas lima tahunan,” imbuhnya.
VOIR éGALEMENT:
Dalam Pilkada Jakarta 2024, terdapat tiga pasang calon yang maju untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur, yaitu Ridwan Kamil-Suswono yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana, dan Pramono Anung-Rano Karno yang diusung PDI Perjuangan (PDIP).
Ketiadaan calon kepala daerah pilihan rakyat juga disebut menjadi salah satu penyebab melonjaknya angka yang diraih paslon nomor urut dua, Dharma-Kun, yang menurut hitung cepat sejumlah lembaga survei mencapai 10 persenan.
Padahal saat survei elektabilitas dirilis sebelum pemilihan, paslon ini diprediksi mendapat suara tidak lebih dari lima persen.
“Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan Dharma-Kun mendapatkan 10 persen, walaupun di survei-survei hanya mendapat 5 persen. Bisa saja swing voter yang masih sangat besar pada akhirnya memilih pasangan ini,” kata pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad kepada VOI.
Bentuk Perlawanan
Sementara itu, yang tak kalah mengejutkan adalah kemenangan kotak kosong dalam pemilihan Wali Kota Pangkalpinang melawan petahana Maulan Aklil yang berpasangan dengan Masagus Hakim. Menurut situs web pilkada2024.kpu.go.id, kotak kosong berhasil mendapatkan 57,98 persen atau 48.528 suara, sedangkan Maulan-Masagus memperoleh 42,02 persen atau 35,177 suara.
Kotak kosong juga menang di dua daerah lainnya menurut hasil hitung cepat sementara, yaitu Kabupaten Bangka, di mana pasangan Mulkan-Ramardian mendapat 43 persen suara sementara kotak kosong 57 persen suara. Sementara dan Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan diwarnai tingginya jumlah suara tidak sah di sejumlah TPS. Ini terjadi setelah KPU meniadakan mekanisme kotak kosong karena mendiskualifikasi pasangan calon Aditya Mufti-Said Abdullah akibat melakukan pelanggaran administratif.
Namun saat pencoblosan, pasangan Erna Lisa Halaby-Wartono hanya mendapat 43 persen suara, sedangkan suara tidak sah mencapai 57 persen suara.
Sebelumnya, kotak kosong juga pernah menang dari paslon tunggal pada Pilkada Kota Makassar 2018. Pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi harus mengakui keunggulan kotak kosong setelah paslon lainnya yang merupakan petahana dan maju lewat jalur independen yaitu Danny Pomanto-Indira Mulyasari dicoret KPU.
Pengamat politik dari Universitas Bangka Beliting Ariandi A Zulkarnain mengatakan kemenangan kotak kosong merupakan wujud nyata perlawanan masyarakat terhadap elite politik.
"Bagi relawan kolom kosong (kotak kosong) ini adalah kemenangan rakyat, ini adalah upaya untuk merebut kembali demokrasi di Pangkalpinang dari proses elitisasi yang terjadi," ujar Ariandi, mengutip Tempo.
"Mereka merasa tidak boleh ada yang merasa lebih dominan dalam proses demokrasi sehingga harus memberikan kesempatan atau ruang kepada lawan politik yang lain. Masyarakat menganggap ini adalah bentuk perlawanan masyarakat," imbuhnya.
Dia berharap jika kotak kosong nantinya dinyatakan menang di Pilkada 2024 dapat menjadi bahan evaluasi bagi partai politik untuk membuat koalisi baru dan tidak lagi merujuk pada salah satu calon tunggal.