BCA Syariah Pede Kredit Bermasalah di Bawah 2 Persen pada Akhir 2024

JAKARTA - PT Bank BCA Syariah optimistis angka Non Performing Financing (NPF) atau kredit bermasalah dapat berada di bawah 2 persen pada akhir tahun 2024.

"Alhamdulillah, kita tetap insya Allah bisa menjaga NPF sampai akhir tahun (2024) dengan nilai yang baik. Insya Allah nggak sampai 2 persen untuk NPF ," ujar Presiden Direktur BCA Syariah Yuli Melati Suryaningrum mengutip Antara.

Yuli mengatakan bahwa tantangan menjaga kualitas kredit ini cukup besar, seiring terjadinya kenaikan NPF pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) maupun sektor konsumer.

"Sebenarnya kita tahu tantangannya luar biasa, apakah terjadi kenaikan NPF, iya, di sektor SME (Small Medium Enterprise) maupun konsumer juga mengalami kenaikan. Tetapi, di kami alhamdulillah sangat terkendali karena memang prinsip kehati-hatian tetap kami jalankan dengan sebaik-baiknya," ujar Yuli.

Pada segmen UMKM, Ia menjelaskan bahwa segmen ini membutuhkan ketahanan yang tinggi di tengah volatilitas perekonomian domestik ataupun global.

"Tantangannya adalah di segmen UMKM atau SME itu memang endurance. Butuh kondisi endurance yang sangat tinggi," ujar Yuli.

Selain itu, Ia melanjutkan tantangan lainnya yaitu seiring melemahnya daya beli masyarakat, serta adanya penurunan jumlah kelas menengah di dalam negeri.

"Di saat memang daya beli turun, ekonomi yang menengah bergeser ke bawah. Seperti itu, buat perbankan memang tantangannya adalah bagaimana supaya tetap dapat memilih, melihat secara hati-hati mana yang memiliki sustainability atas prospeknya," ujar Yuli.

Pada semester I-2024, PT Bank BCA Syariah mencatatkan laba bersih senilai Rp89,4 miliar atau tumbuh 20,9 persen year on year (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Total aset total perseroan tumbuh 11,5 persen (yoy) menjadi senilai Rp 14,9 triliun, diantaranya ditopang oleh penyaluran pembiayaan yang tumbuh 21 persen (yoy) menjadi senilai Rp 9,5 triliun.

Pada periode ini, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 11,9 persen (yoy) menjadi senilai Rp 11,2 triliun, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.