Imigrasi Batam Tahan Keberangkatan 767 Orang Diduga PMI Ilegal

JAKARTA - Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Batam, Kepulauan Riau (Kepri), penundaan keberangkatan 767 orang yang diduga PMI ilegal pada November 2024, sebagai upaya memperkuat pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Kepala Imigrasi Batam Hajar Aswad di Batam mengatakan upaya memperkuat pencegahan TPPO itu dilakukan melalui pengawasan ketat di pelabuhan dan bandara internasional.

"Saat ini, kami telah menunda keberangkatan dari pintu pemeriksaan pelabuhan dan bandara sebanyak 767 orang. Selain itu, pada November ini ada 12 permohonan paspor yang kami tolak atau tunda penerbitannya, dan semua laporan telah kami sampaikan ke pusat sebagai bagian dari upaya pencegahan," tutur Hajar mengutip Antara.

Ia menyampaikan langkah ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat agar tidak menjadi korban perdagangan orang atau eksploitasi tenaga kerja.

"Sebagian besar calon PMI ilegal itu berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan beberapa provinsi di Pulau Jawa," ucap dia.

Kata Hajar, sebagai bagian dari pencegahan TPPO, Kantor Imigrasi Batam rutin melakukan monitoring di lapangan, baik di pintu perlintasan internasional maupun penerbitan paspor.

Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabreskrim) Polri Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan ada tiga Polda yang mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam jumlah besar, salah satunya adalah Polda Kepulauan Riau (Kepri).

"Sepanjang satu bulan terakhir ini ada tiga Polda yang jumlah pengungkapannya cukup besar, yakni Polda Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Barat," kata Wahyu dalam rilis kasus TPPO yang diikuti secara daring dari Makopolda Kepri, Kota Batam, Jumat (22/11).

Jenderal polisi bintang tiga itu mengatakan TPPO sudah menjadi perhatian tidak hanya di Indonesia, tetapi menjadi perhatian dunia internasional.

TPPO, kata dia, merupakan kejahatan transnasional dan biasanya juga merupakan kejahatan yang terorganisir dalam melakukan eksploitasi kepada para korban.