Kemenperin Harap Kenaikan PPN 12 Persen Tak Buat Daya Beli Masyarakat Turun
JAKARTA - Direktur Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika berharap, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 tidak akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
Pasalnya, kinerja industri sangat bergantung pada tingkat daya beli masyarakat.
"Semoga tidak terlalu berpengaruh menekan industrinya untuk ekspansi. Bagaimanapun juga (industri makanan dan minuman) itu dipengaruhi oleh pasarnya. Pasarnya ini kaitannya dengan daya beli," ujar Putu saat ditemui wartawan di kantor Kemenperin, Jakarta, Kamis, 21 November.
Putu juga melihat adanya momen-momen yang akan mendorong kinerja industri mamin tahun depan.
Meskipun ada kenaikan PPN sebesar 12 persen, menurut dia, kinerja industri Mamin di awal tahun masih kerap dipengaruhi oleh periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Selain itu, kata Putu, setiap tahunnya industri Mamin juga kerap meraup pertumbuhan kinerja pesat pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) industri makanan dan minuman atau Mamin mampu tumbuh sebesar 5,82 persen secara year on year (yoy) pada kuartal III-2024.
"Kami berharap seperti itu, karena bagaimanapun juga sekarang ada Nataru dan beberapa bulan kemudian hari besar keagamaan, itu pasti industri sudah siap-siap," tuturnya.
Baca juga:
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).
Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021.
Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19.
"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini. Bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," ujar Sri Mulyani.