Studi FIFPro: Sepak Bola Gagal Menerapkan Standar Keselamatan Kerja

JAKARTA - Federasi Internasional Pesepak Bola Profesional atau FIFPro dalam studinya menyebut sepak bola profesional gagal menerapkan standar keselamatan kerja yang disyaratkan.

Menurut laporan mereka yang diterbitkan pada Rabu, 20 November 2024, hal itu jelas melanggar kerangka hukum di tingkat Eropa dan global.

Laporan dari Universitas Belgia Katholieke Universiteit Leuven (KU Leuven) tersebut ditugaskan oleh serikat pesepak bola global FIFPro.

Laporan tersebut akan diserahkan sebagai bukti untuk pengaduan bersama yang diajukan kepada regulator antimonopoli Eropa terhadap FIFA oleh FIFPro Eropa, liga-liga Eropa khususnya La Liga.

Liga-liga elite menuduh FIFA melakukan penyalahgunaan atas dampak dari kalender yang diperluas terhadap kesejahteraan pemain, termasuk keputusan seputar Piala Dunia Antarklub yang diperluas tahun depan.

"Terkadang mengejutkan bahwa memang, di dunia olahraga secara umum, standar ketenagakerjaan terkadang diabaikan."

"Dari perspektif hukum ketenagakerjaan, kesimpulan paling logis adalah pemain sepak bola profesional adalah pekerja. Standar ketenagakerjaan secara nasional dan internasional harus diterapkan," kata Frank Hendrickx, Direktur Institut Hukum Ketenagakerjaan di KU Leuven.

FIFPro berpendapat bahwa tuntutan seperti jumlah pertandingan, perjalanan internasional, perjalanan larut malam dan gangguan tidur, serta tuntutan yang banyak selama turnamen, tidak diperhitungkan saat jadwal dan format kompetisi disusun.

"Laporan tersebut menegaskan bahwa standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sebagaimana ditetapkan oleh kerangka kerja Eropa dan internasional, sepenuhnya berlaku untuk industri sepak bola profesional," kata Hendrickx dalam keterangan resmi.

Gugatan bersama terhadap FIFA, yang diajukan di Brussels pada 14 Oktober 2024, mengklaim penerapan keputusan FIFA pada kalender internasional merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan melanggar hukum Uni Eropa.

"FIFA tidak hanya gagal melindungi kesehatan dan keselamatan pemain, tetapi juga secara aktif membuat prinsip-prinsip (kesehatan dan keselamatan) ini tidak mungkin dipatuhi."

"Jadi, ada unsur ancaman aktif. Cara FIFA mengatur kalender membuat mustahil untuk mematuhi perjanjian tawar-menawar kolektif, misalnya, jadi itu relevan dengan kasus kami," kata Alfonso Lamadrid, seorang pengacara di Garrigues dan pakar hukum persaingan Uni Eropa.

Reuters telah menghubungi FIFA untuk memberikan komentar, tapi belum ada jawaban.

Sementara itu, penelitian tersebut mengamati tuntutan pekerjaan dan sumber daya dalam permainan profesional, khususnya pemicu stres dari lingkungan kerja berisiko tinggi, dan meneliti kewajiban hukum seputar standar kesehatan dan keselamatan.

Piala Dunia Antarklub 2025 adalah salah satu sumber pertikaian terbesar. Jumlah peserta meningkat dari tujuh menjadi 32 klub dan hanya menyisakan sedikit waktu istirahat bagi para pemain di antara musim liga.

"Kelelahan cukup umum dilaporkan dalam sepak bola profesional. Tidak hanya melihat kelelahan fisik, tetapi juga kelelahan mental."

"Kami dapat dengan jelas menyatakan bahwa tingkat kejadian (cedera) jauh lebih tinggi dalam industri sepak bola dibandingkan dengan industri lain."

"Penentu utamanya adalah beban dalam kalender, tetapi juga variasi dalam latihan dan beban pertandingan," kata Lode Godderis, seorang ahli dalam kesehatan dan keselamatan kerja dan profesor di KU Leuven.

Alexander Bielefeld, Direktur Kebijakan dan Hubungan Strategis FIFPro untuk Sepak Bola Pria, mengatakan lebih banyak pemain daripada sebelumnya yang berbicara tentang jadwal padat.

"Mereka semua memiliki pesan yang sama. Memasuki musim yang sibuk dengan lebih banyak kompetisi, format Liga Champions baru, format Piala Dunia Antarklub baru, dan Piala Dunia pada tahun 2026."

"Para pemain memahami bahwa mereka mulai membayar harga menjelang waktu yang sangat penting bagi karier mereka yang tidak ingin mereka terima lagi," tutur Bielefeld.

Penelitian ini juga akan berfungsi sebagai bukti pendukung dalam tindakan hukum terpisah terhadap FIFA yang diajukan oleh Asosiasi Pesepak Bola Profesional Inggris, Union Nationale des Footballeurs Professionnels Perancis, dan Associazione Italiana Calciatori Italia.