Profil Imam Tantowi, Sineas Serba Bisa untuk Tugas di Belakang Layar

JAKARTA - Festival Film Indonesia (FFI) digelar pada Rabu, 20 November di ICE BSD. Setiap tahunnya,  FFI memberikan penghargaan kepada figur yang berjasa di bidang perfilman.

Tahun ini, penghargaan Lifetime Achievement diberikan kepada Imam Tantowi, seorang sutradara dan penulis skenario yang aktif di perfilman Indonesia. Ia juga berkontribusi di bidang pertelevisian yang mana ia menggarap berbagai judul sinetron.

Imam Tantowi mengaku dapat penghargaan ini seperti terbangun dari mimpi usai puluhan tahun tidak terjun ke dunia perfilman Indonesia.

"Saya seperti bangun dari mimpi setelah sekian puluh tahun tidak lagi di film. Beralih ke televisi sejak film turun yang pertama," kata Imam Tantowi di ICE BSD, Tangerang, Rabu, 20 November.

Imam memberikan ucapan terima kasih kepada panitia yang sudah memberikan penghargaan tersebut yang menjadi penghargaan terakhir hidupnya.

"Terima kasih kepada panitia yang telah memberikan penghargaan yang luar biasa. Ini mungkin penghargaan yang terakhir dalam hidup saya," tutur Imam Tantowi.

Ia melanjutkan kalau ia tidak pernah menyangka masih ada yang menghargai dirinya sebagai seorang yang pernah berkontribusi dalam perfilman Indonesia.

"Awal di televisi ada beberapa kali penyutradaraan. Ini benar-benar luar biasa, surprise sekali. Ternyata masih ada yang menghargai," tandasnya.

Simak profil lengkap Imam Tantowi di bawah ini:

Imam Tantowi lahir pada 13 Agustus 1946 adalah seorang sutradara dan penulis skenario. Sebelum sampai pada karir tertinggi, Tanotwi sudah pernah mencoba semua tugas di belakang layar. Nyaris semua tugas bisa dikerjakan. Ia memulai karier dengan mengikuti lakon sandiwara di tahun 1966 sebelum mengerjakan poster film.

Kemudian, ia pindah ke Jakarta untuk mengembangkan kariernya di dunia film. Ia mendapat kesempatan untuk mengerjakan film Biarkan Musim Berganti pada tahun 1971 sebagai dekorator.

Dua tahun berikutnya, ia menjadi penata artistik untuk film Si Rano. Ia juga sempat melanjutkan studi di bagian sinematografi di Biro Pendidikan Organisasi Karyawan Film Televisi untuk mengembangkan pengetahuannya di dunia perfilman.

Pada tahun 1977, ia dipercaya menjadi asisten sutradara dan menggarap film Tukang Kawin berlanjut ke Dang Ding Dong. Pada tahun 1982, ia resmi menjadi sutradara.

Pria kelahiran Tegal itu mulai melebarkan sayapnya menjadi penulis skenario. Ira Maya dan Kakek Ateng merupakan film pertama yang ia tulis skenarionya.

Berkat karier penulis skenario, Imam Tantowi memenangkan penghargaan FFI untuk penulis skenario terbaik. Beberapa film itu adalah Si Badung, Soerabaia 45, dan Bintang Film.

Pada era '90-an, ia mulai menulis skenario untuk sinetron televisi dan turut mendapat kemenangan. Dia berhasil mendapat Piala Vidia sebagai penulis cerita asli terbaik dalam Festival Sinetron Indonesia 1995 untuk sinetron Madu Racun dan Anak Singkong.

Setahun berlalu, ia memenangkan penghargaan lewat sinetron Jejak Sang Guru. Dari Festival Sinetron Indonesia 1996, ia juga memenangkan penghargaan untuk sinetron Suami-Suami Takut Istri. Dari sinetron tersebut ia juga mendapat penghargaan sebagai penulis cerita asli komedi terbaik.

Pada era 2000-an, ia masih menulis beberapa skenario untuk sinetron, seperti Ketika Cinta Bertasbih, Tukang Bubur Naik Haji Series, 7 Manusia Harimau, Seleb, Calon Presiden, Istri-Istri Akhir Zaman, dan Dia Bukan Manusia pada tahun 2020.