Selamat, UI Kukuhkan Prof Luthfiralda Jadi Guru Besar Biodiversitas
DEPOK - Universitas Indonesia (UI) resmi mengukuhkan Prof. Dr. Luthfiralda Sjahfirdi, M.Biomed sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dalam bidang Biologi, Kamis 13 November. Prosesi yang berlangsung di Balai Sidang UI, Depok, itu dipimpin langsung oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D.
Orasi ilmiah Prof. Luthfiralda membawa pesan mendesak yang menampar kesadaran: biodiversitas kita berada di titik kritis. Dalam orasinya yang bertajuk "Upaya Konservasi dalam Menjaga Keberlanjutan Biodiversitas pada Tingkat Spesies, Terutama Spesies Terancam Punah dan Endemik: Studi Kasus pada Lembaga Konservasi Ex Situ," Prof. Luthfiralda menggambarkan ancaman serius terhadap keberlanjutan spesies, khususnya yang endemik. Ia menyebut penurunan biodiversitas sebagai bom waktu yang dampaknya meluas dari ekosistem hingga kehidupan manusia.
Biodiversitas adalah keberagaman kehidupan di bumi, mencakup berbagai spesies hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, serta hubungan antara mereka dalam ekosistem. Misalnya, hutan hujan yang dipenuhi spesies endemik, seperti orangutan di Kalimantan, merupakan salah satu bentuk biodiversitas yang hanya ada di Indonesia. Semakin beragam spesies dan ekosistemnya, semakin sehat alam kita. Tapi sayangnya, banyak spesies kini terancam punah akibat ulah manusia.
Menurut Prof. Luthfiralda, hilangnya habitat akibat pengalihfungsian lahan, perburuan liar, dan perdagangan satwa dilindungi adalah penyebab utama krisis ini. Tak hanya itu, fenomena alam yang kian tak terkendali turut mempercepat laju kepunahan spesies. “Ancaman ini nyata. Spesies endemik kita, kekayaan terbesar Indonesia, sedang berada di ujung tanduk,” ujar Prof. Luthfiralda dengan nada serius.
Namun, ia tidak hanya menawarkan alarm. Solusi konkret turut ia paparkan. Salah satunya adalah metode konservasi ex situ — langkah perlindungan spesies yang dilakukan di luar habitat asli mereka. Pendekatan ini, meski bukan tanpa tantangan, menawarkan harapan bagi spesies yang nyaris punah.
Dalam paparannya, Prof. Luthfiralda menjelaskan tiga aspek penting dalam metode konservasi ex situ.
Baca juga:
Lembaga konservasi ex situ menjadi kunci utama pemulihan populasi spesies. Ia menyoroti pentingnya pengelolaan progresif di lembaga ini, meskipun diakui bahwa adaptasi alami spesies sering kali tereduksi. “Kita harus memadukan keahlian manusia dengan sistem konservasi yang terukur untuk mencapai hasil yang optimal,” kata istri Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra ini.
Ia juga menekankan pentingnya persiapan sebelum pelepasliaran spesies ke habitat asli. Spesies yang dilepaskan harus memenuhi standar tertentu, mulai dari kesehatan hingga kemampuan adaptasi. “Pelepasliaran tidak bisa dilakukan sembarangan. Kegagalan di sini hanya akan memperburuk kondisi spesies itu sendiri,” jelasnya.
Prof. Luthfiralda menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor. Peneliti, lembaga konservasi, dan masyarakat harus bahu-membahu dalam misi ini. “Konservasi tidak akan berhasil jika hanya dikerjakan oleh satu pihak. Kesadaran kolektif adalah kunci keberhasilan,” tambahnya.