Pahlawan Nasional Bangka Belitung, Depati Amir: Persatukan Pribumi dan Etnis Tionghoa Lawan Belanda
JAKARTA - Perjuangan kemerdekaan Indonesia menghadirkan perjuangan perlawanan di berbagai daerah. Banyak nyawa-nyawa yang gugur dengan harum, serta banyak pahlawan-pahlawan yang harus kita kenang.
Kita telah mengenal banyak pahlawan-pahwlawan di tanah air, seperti Imam Bonjol, Diponegoro , Pattimura, Cut Nyak Dien, Sisimangaraja, I Gusti Ngurah Rai, dan masih banyak lagi. Wajah mereka bisa kita lihat di lembaran uang dan piguran di ruang kelas sekolah.
Namun tahukah, kita juga memiliki pahlawan nasional dari Bangka Belitung. Sosoknya memang tidak banyak dikenal oleh orang. Namun jasa dalam mengusir turis di Tanah Bangka Belitung sangat besar.
Pahlawan Nasional Bangka Belitung Depati Amir
Pada 2018 silam, Presiden RI Joko Widodo memberikan gelar pahlawan nasional enam orang tokoh. Dari 20 tokoh yang dinilai berjasa bagi tanah air tersebut ada nama Depati Amir dari Bangka Belitung.
Kepahlawanan Depati Amir telah dinobatkan oleh Jokowi melalui Kepres Nomor 123/TK/tahun 2018. Depati Amir pun menjadi tokoh nasional pertama dari Bangka Belitung.
Amir dilahirkan pada tahun 1805 di Mendara, Bangka. Ia merupakan anak dari Depati Bahrin yang merupakan seorang bangsawan Bangka. Amir kemudian mendapat gelar depati dari pemerintah Hindia Belanda. Depati merupakan nama gelar yang dinobatkan oleh Kesultanan Palembang kepada para elite di Bangka.
Namun jauh sebelum menyandang gelar itu, Depati Amir sudah berperan memimpin masyarakat setempat untuk melawan perompak yang melintas di perairan Bangka. Ketika diberikan gelar tersebut, Amir menolaknya. Ia lebih memilih hidup sebagai rakyat biasa.
Namun gelar Depati tetap disandang. Rakyat Bangka memanggilnya dengan nama depati karena memberi kontribusi besar bagi Bangka. Meski menyatakan rakyat biasa, Depati Amir tetap didukung oleh Belanda karena pengaruhnya yang besar.
Perlawanan Depati Amir kepada Belanda
Depati Amir memimpin masyarakat untuk melawan Belanda. Kongsi pembuatan parit tambang timah menjadi pemicu perlawanan tersebut. awalnya kerja sama berjalan dengan baik. Namun kemudian pihak kompeni Belanda tidak menjalankan kewajibannya. Belanda tidak menyetorkan pembayaran hasil tambang.
Depati Amir lantas melakukan pemberontakan. Ia menggungat perusahaan Belanda untuk memenuhi tuntutannya. Masyarakat Bangka mengepalkan tangan dan maju mendukung perjuangan Depati Amir. Mereka datang dari berbagai kelompok masyarakat. Penduduk pribumi maupun etnis Tionghoa yang sudah lama menetap di Bangka ikut turun ke medan perang.
Penderitaan Rakyat Bangka
Perlawan tersebut sebenarnya sudah dinantikan oleh masyarakat Bangka sejak lama. Kedua etnis tersebut sudah lama mengalami penderitaan akibat paksaan kerja rodi untuk keuntungan Belanda. Mereka setiap hari dipekerjakan di tambang timah.
Dua etnis yang berbeda tersebut merasakan kesakitan yang sama. Mereka kemudian menyusun rencana untuk memberontak dari kekuasaan Belanda. Jadi tidak hanya penduduk lokal, kaum tionghoa pun turut berperan dalam perjuangan melawan kolonial.
Persatuan Pribumi dan Etnis Tionghoa Melawan Belanda
Masyarakat, etnis tionghoa, dan pemimpin lokal bergerak berasama Depati Amir. Persatuan antar etnis tersebut didokumentasikan dalam jurnal Dien Madjid berjudul "Depati Amir and Chinese People's Resistance against Dutch Colonialism in Bangka, 1848-1851: An Archival Study".
Selain dalam jurnal tersebut, sejarah Depati Amir menggerakan seluruh etnis di Bangka untuk melawan Belanda juga termuat dalam dokumen Arsip Nasional RI.
Perjuangan masyarakat Bangka di bawah Arah Depati Amir tersebut menyimbolkan asas kebhinekaan yang sudah lama dianut oleh leluhur. Depati Amir sudah lama menjadi bukti bahwa persatuan dari keragaman etnis dapat memunculkan gelombang besar untuk melawan kolonial Belanda.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri VOI .