Berdansa di Dunia, Berbenah di Dalam Negeri
JAKARTA - Usai dilantik sebagai Presiden ke-8 Prabowo Subianto menegaskan dalam pidato kenegaraan pertamanya bahwa ketahanan dan swasembada pangan merupakan prioritas utama pemerintahnya.
Menurutnya, ketahanan pangan merupakan langkah strategis untuk menjamin kesejahteraan dan kemandirian bangsa di tengah tantangan global yang terus berkembang. Dan ini bukan sekedar omon-omon, Presiden Prabowo membuktikannya dengan 'berdansa' di beberapa negara sekaligus berbenah di dalam negeri.
Prabowo yakin sekali dengan dukungan para pakar, Indonesia akan mampu swasembada pangan seluruh rakyatnya dan siap menjadi lumbung pangan dari dunia. Presiden menyebutkan bahwa bangsa ini memiliki potensi yang besar di sisi sektor pertanian, dan bisa mengurangi ketergantungan pada pangan impor. Langkah pertama yang perlu ditempuh diperlukan kolaborasi nasional dalam menjawab tantangan global dan memberantas kemiskinan.
Tantangan global yang perlu diantisipasi antara lain perkembangan teknnologi, perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi. Selain itu juga ada isu strategis yang perlu diperhatikan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dan sebagai pemimpin bangsa, Presiden Prabowo Subianto meminta semua pembuat kebijakan dan pengambil keputusan untuk terlibat tanpa terkecuali.
Baca juga:
Dengan pidato ini, Presiden Prabowo Subianto telah membuka babak baru dalam pemerintahan Indonesia dengan visi besar yang berfokus pada ketahanan pangan, ekonomi berkelanjutan, dan ketahanan nasional.
“Ini adalah masa depan bangsa, dan kita semua harus terlibat dalam membangunnya,” kata Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraan pertamanya di Gedung Parlemen Senayan Jakarta.
Dari pidato tersebut, masyarakat di seluruh lapisan tentu menaruh harapan yang besar dan mendukung semua langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam mewujudkannya menjadi nyata. Harapan itu juga berkembang kepada peningkatan kebutuhan mereka dalam mendapatkan akses yang lebih baik terhadap alat mesin pertanian, benih unggul, dan pelatihan di sektor pertanian.
Menjawab pidato tersebut, Guru Besar bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian UGM, Prof. Subejo menuturkan untuk mencapai target swasembada pangan tidaklah mudah, dibutuhkan kebijakan yang tepat guna mendukung program prioritas pemerintah. Dia menambahkan saat ini sektor pertanian sebagai penopang ketahanan pangan justru menghadapi banyak tantangan.
Subejo menyebutkan tantangan pertama yang perlu dihadapi tak lain banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Belum lagi ditambah dengan isu perubahan iklim, alih fungsi lahan ini menjadi ancaman serius di dalam meningkatkan produksi padi sebagai bahan makanan pokok rakyat Indonesia.
Selain hal di atas, Subejo juga menyebutkan tantangan kedua antara lain diperlukannya intensifikasi di daerah basis produksi pangan, di mana selama ini intensifikasi lahan basah masih kurang dari 200 persen yang artinya baru ditanami kurang dari dua kali dalam satu tahun. "Untuk menjawab hal ini diperlukan adanya dukungan sistem irigasi yang baik. Dengan adanya dukungan itu bisa meningkatkan peluang intensitas penanaman sampai dua kali dan bahkan untuk daerah tertentu yang ketersediaan airnya memadai bisa tiga kali tanam dalam waktu satu tahun." katanya kepada VOI, 10 November.
Tantangan ketiga merupakan sistem distribusi logistiknya yang belum merata di setiap daerah di Indonesia. Sistem distribusi logistik ini menyebabkan masalah klasik setelah panen, di mana harga beli jatuh saat waktu panen raya tiba. Pengembangan sistem informasi produksi dan distribusi pangan seperti hortikultura dan melibatkan multi-stakeholders perlu terdata dengan rinci jumlah dan sebaran produk pertanian serta distribusinya.
“Dengan sistem informasi, peluang distribusi produk lebih merata sehingga stabilitas harga dapat terjamin,” ujarnya. Selain itu, menurutnya, juga perlu didorong industri pengolahan yang bermanfaat ketika produk mentah melimpah maka dapat diproses dan diawetkan dan tetap memiliki nilai ekonomi yang memadai.
Kebijakan Beras dan Manajemen
Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi umat manusia. Ketersediaannya tidak dapat ditunda. Keterpenuhannya merupakan salah satu hak paling asasi bagi setiap insan. Konstitusi kita bahkan telah mengamanatkan bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan tersebut. Dan salah satu pangan yang paling dibutuhkan rakyat Indonesia adalah beras yang berasal dari padi.
Sayangnya usaha pemerintah yang selalu rutin mengeluarkan kebijakan impor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri dinilai sebagai solusi yang bersifat teknis dan tidak menyentuh akar masalah. Pasalnya, sistem produksi pertanian di Indonesia termasuk dalam kategori dengan biaya yang tinggi.
Subejo mengatakan perlu dicarikan langkah-langkah yang strategis misalnya seperti peningkatan dan pengorganisasian skala usaha atau konsolidasi lahan, mekanisasi pertanian, penyuluhan pertanian dan edukasi petani supaya konsisten menggunakan sumber daya lebih efisien.
“Bisa juga dilakukan dengan mengintroduksi inovasi yang lebih efisien misalnya budidaya tanaman hemat air dan hemat pupuk,” jelasnya.
Kelembagaan petani yang kuat sangat penting karena dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing petani. Ia menambahkan, diversifikasi produk juga perlu dipikirkan supaya output yang dihasilkan tidak hanya bahan mentah, namun dikombinasi dengan produk olahan atau produk sekunder.
“Akan lebih baik lagi jika dikombinasi dengan jasa seperti agro wisata sebagai produk tersier, pastinya bisa meningkatkan sumber pendapatan petani pada masa-masa mendatang,” tandasnya.
Kolaborasi Nasional Lintas Kementerian
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) turut andil dalam mendukung program swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto melalui sumber pangan biru. Terlebih, sektor kelautan dan perikanan punya potensi besar dalam mensukseskan target tersebut.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Budi Sulistiyo mengatakan, sumber pangan biru salah satunya ialah ikan. Dia bilang, komoditas ini merupakan sumber protein, nutrisi dan bahan baku pengolahan makanan lainnya. Menurut Budi, Indonesia telah swasembada ikan. Namun, saat ini pihaknya tengah memetakan bagaimana hasil perikanan tersebut bisa mendukung program swasembada pangan.
Adapun produksi ikan Tanah Air pada 2023 tercatat mencapai 24,74 juta ton yang terdiri dari 7,77 juta ton hasil perikanan tangkap dan 16,97 juta ton hasil perikanan budi daya, termasuk rumput laut. Dia menilai, saat ini pihaknya juga tengah mengupayakan produk turunan dari rumput laut untuk menghasilkan biofertilizer sebagai pupuk pertanian. Menurut Budi, hal ini bisa membantu pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan.
"Kami berharap, dengan kebijakan swasembada pangan ini menjadi suatu pemicu untuk bagaimana mendorong pembuatan produksi pupuk dari rumput laut," ucap Budi.
Sementara itu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan terobosan signifikan untuk mencapai swasembada pangan, melalui peningkatan produksi dalam negeri dan penguatan ketahanan pangan guna memenuhi kebutuhan nasional secara berkelanjutan. Andi Amran menekankan pentingnya langkah konkret untuk memastikan swasembada pangan segera tercapai.
“Kami tidak ingin hanya sekadar wacana. Kita harus bergerak cepat dan tepat agar masyarakat Indonesia dapat terus menikmati akses pangan yang mudah dan terjangkau,” tegasnya dilansir dari Antara pada Minggu (10/11).
Menurut Andi Amran, Prabowo Subianto Presiden menginginkan lompatan besar sektor pertanian dalam mencapai swasembada. Melalui berbagai rapat maraton, Mentan membahas detail strategi dan langkah taktis untuk memperkuat produksi pangan lokal, mulai dari penguatan sistem distribusi hingga optimalisasi program bantuan pertanian di daerah.
Salah satu bentuk realisasinya adalah pendirian kluster-kluster pertanian modern sebagai wujud transformasi dari pertanian tradisional. Praktik tersebut melanjutkan penerapan program lumbung pangan (food estate) yang dilaksanakan di sejumlah wilayah Indonesia, seperti Merauke, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Selatan.