Kemlu Sebut Rencana Kerja Sama Maritim RI-China Sesuai Aturan, Tidak Dimaknai Pengakuan Klaim "9-Dash-Lines"
JAKARTA - Kementerian Luar Negeri memastikan rencana kerja sama antara China (RRT) dengan Indonesia dilakukan dalam koridor aturan yang berlaku, serta tidak bisa dimaknai sebagai pengakuan klaim "9-Dash-Lines".
Dalam keterangannya Hari Senin Kementerian Luar Negeri menuliskan, sejalan dengan semangat Declaration of the Conduct of the Parties in the South China Sea yang telah disepakati oleh negara-negara ASEAN dan RRT di tahun 2022 serta upaya untuk menciptakan perdamaian di kawasan Laut China Selatan, Indonesia dan Tiongkok sepakat untuk membentuk kerja sama maritim.
"Kerja sama ini diharapkan dapat menjadi suatu model upaya memelihara perdamaian dan persahabatan di Kawasan, kata Kementerian Luar Negeri dalam pernyataannya, Senin 11 November.
Presiden Indonesia Prabowo Subianto diketahui melakukan kunjungan kerja ke China pada 8-10 November lalu. Dalam kesempatan ini, Presiden Prabowo melakukan sejumlah pertemuan, termasuk dengan Presiden China Xi Jinping. Kedua negara pun sepakat memperdalam kerja sama bilateral di sejumlah bidang.
Dalam pernyataan bersama RI-Tiongkok yang dikeluarkan oleh Beijing pada 9 November, salah satu rencana kerja sama kedua negara dilakukan di bidang maritim.
Kementerian Luar Negeri menjelaskan, kerja sama ini diharapkan akan mencakup berbagai aspek kerja sama ekonomi, khususnya di bidang perikanan dan konservasi perikanan di Kawasan dengan berdasarkan kepada prinsip-prinsip saling menghormati dan kesetaraan.
"Kerja sama ini juga akan dilaksanakan dalam koridor ketentuan undang-undang dan peraturan negara masing-masing," kata kementerian.
"Bagi Indonesia, tentunya kerja sama ini harus dilaksanakan berdasarkan sejumlah undang-undang dan peraturan yang terkait, termasuk yang mengatur kewilayahan; undang-undang ratifikasi perjanjian internasional kelautan, khususnya Konvensi Hukum Laut 1982; maupun ratifikasi perjanjian bilateral tentang status hukum perairan atau pun delimitasi batas maritim; peraturan tentang tata ruang laut serta konservasi dan pengelolaan perikanan, perpajakan dan berbagai ketentuan lainnya," urainya.
Selain itu, kementerian mengatakan semua kewajiban internasional dan kontrak-kontrak lainnya yang dibuat Indonesia yang berkaitan dengan kawasan tersebut akan tidak terpengaruh dan akan terus berlaku tanpa perubahan.
"Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim "9-Dash-Lines". Indonesia menegaskan kembali posisinya selama ini bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. Dengan demikian, kerja sama tersebut tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara," tegas kementerian.
Baca juga:
- Hizbullah Klaim Berhasil Hantam Pangkalan Komunikasi Militer Israel dengan Drone Bunuh Diri
- Puluhan Orang Tewas dan Terluka Akibat Serangan Israel di Gaza Utara
- Arkeolog Temukan Patung Penjaga Pintu Abad ke-11 di Situs UNESCO Angkor
- Ukraina Luncurkan Lusinan Sistem Kecerdasan Buatan Bantu Drone Kenai Target Sasaran
Ditambahkan, Indonesia juga meyakini kerja sama tersebut akan mendorong penyelesaian Code of Conduct in the South China Sea yang dapat menciptakan stabilitas di kawasan.
Diketahui, Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan dengan apa yang disebut sembilan garis putus-putus (nine-dash line), yang tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif negara-negara penggugat lainnya, yakni Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.
Keputusan pengadilan arbitrase pada tahun 2016, yang tidak diakui oleh Beijing, membatalkan klaim Tiongkok atas perairan strategis tersebut.