Pemerintah RI Setujui Pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat

JAKARTA - Pemerintah Indonesia sebagai salah satu negara yang di awal menyampaikan penolakan, pada hari terakhir Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati Ke-16 (COP16 CBD), di Cali, Kolombia, mengambil langkah progresif turut mendukung pembentukan Subsidiary Body on Article 8j.

Secara garis besar, Article 8j berkaitan dengan penghormatan, perlindungan dan pengakuan pengetahuan tradisional, inovasi dan praktik yang dilakukan masyarakat adat dalam mengatasi perubahan iklim dan relevan dengan prinsip-prinsip konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati.

"Sebagaimana sudah berulang kali sampaikan, Indonesia mengakui kontribusi masyarakat adat dan komunitas lokal (IPLC) dan mengakui IPLCs sebagai bagian dari proses semua dokumen yang dibangun di bawah CBD,” kata Analis Kebijakan Ahli Madya, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Lu’lu’ Agustiana dalam keterangan yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu (2/11).

Dia yang sebagai salah satu delegasi Republik Indonesia di CBD Colombia mengatakan delegasi Indonesia menyampaikan komitmen kuat untuk mendukung pengakuan terhadap masyarakat adat dan menjunjung semangat kompromi antarnegara anggota CBD sebagai alasan perubahan sikap tersebut.

Namun, Lu’lu’ menambahkan, untuk meningkatkan status pengakuan ke level lebih tinggi, dalam hal ini terkait Article 8j, Indonesia membutuhkan kejelasan bagaimana mekanisme akan dijalankan. Kejelasan inilah yang menjadi perhatian Delegasi RI selama perundingan di CBD.

“Langkah berikutnya adalah bagaimana badan baru ini, Subsidiary Body 8j, dapat menunjukkan kinerja dengan baik sesuai dengan amanat yang kita tetapkan hari ini secara fair dan terbuka,” kata Lu’lu’ melalui siaran pers Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).

Pembentukan Subsidiary Body Article 8j bertujuan membantu memberikan saran, rekomendasi, dan panduan untuk menjalankan target-target yang disepakati dunia dalam Kunming Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF).

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo mengatakan dukungan Pemerintah Indonesia terhadap pembentukan badan permanen masyarakat adat dan komunitas lokal ini ini perlu diselaraskan dengan rencana aksi dan strategi keanekaragaman hayati Indonesia atau IBSAP yang diluncurkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada bulan Agustus 2024.

“Kami berharap ini menjadi pengakuan dan perlindungan penuh terhadap wilayah adat dengan segala keanekaragaman hayatinya serta kearifan lokal masyarakat adat,” katanya.

Sementara Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra, yang hadir pada sidang akhir COP-16 menyampaikan Indonesia akhirnya bisa menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat adat di komunitas global, dan menjalankan mandat konstitusi untuk terus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat.