Waka DPR Tak Habis Pikir Tersangka Judi Online Libatkan 'Ordal' Kementerian

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti soal penangkapan 11 orang yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus judi online (judol). Ia mendukung upaya pemberantasan judol mengingat praktik ini memiliki dampak sosial yang sangat besar.

“Pemberantasan judi online memang menjadi sebuah keharusan karena sudah sangat meresahkan dalam kehidupan sosial, berbangsa, dan bernegara kita. DPR mendukung setiap upaya yang dilakukan untuk memberantas judol,” kata Cucun Ahmad Syamsurijal, Jumat 1 November.

Cucun pun mengapresiasi Polda Metro Jaya yang menangkap 11 tersangka yang terlibat dalam penyelenggaraan aktivitas judol, di mana dari 11 tersangka ini ada yang berasal dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

“Ini yang sangat kita sesalkan bagaimana judol telah menyusup masuk ke institusi negara. Langkah polisi yang tak segan menangkap oknum dari institusi Pemerintah yang ikut masuk dalam jaringan judol harus terus dilanjutkan, termasuk oleh aparat penegak hukum lain,” ucapnya.

Adapun modus para tersangka yang ditangkap ini adalah melakukan penyalahgunaan kewenangan. Para tersangka itu sebenarnya memiliki tugas memantau hingga memblokir situs-situs judi online.

Namun kewenangan yang diberikan justru disalahgunakan oleh para tersangka karena mereka tidak akan memblokir situs-situs judol yang pengelolanya masih dikenali. Bahkan untuk memuluskan aksinya, para tersangka menyewa sebuah ruko untuk dijadikan kantor khusus yang mereka sebut sebagai ‘kantor satelit’.

Cucun mengatakan, pemberantasan judi online harus dilakukan dari tingkat hulu sampai ke hilir. Ia juga mengingatkan pentingnya penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam mengatasi fenomena judi online.

“Tidak boleh ada toleransi terhadap pihak-pihak yang memfasilitasi judi online, dari manapun dia berasal dan apapun statusnya. Penegakan hukum harus sama rata,” ungkap Cucun.

“Karena dampak judol ini sangat dahsyat dan nyata menggerus kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Mereka yang paling terdampak judol ini justru rakyat di akar rumput,” sambung Pimpinan DPR RI koordinator bidang kesejahteraan masyarakat (Kesra) itu.

Cucun mengatakan, judi online telah merusak etika bangsa. Apalagi saat ini sudah banyak anak-anak dan remaja yang ikut terbawa pada tren judi online.

Cucun juga menyoroti banyaknya temuan kasus psikologi pada anak yang kecanduan gadget mulai dari depresi, cemas, hingga anti sosial.

“Ini kan termasuk juga karena judol. Bahkan ada juga kasus anak-anak yang sampai nekat mencuri untuk bisa main judol karena dampak adiktifnya luar biasa. Makanya negara tidak boleh membiarkan menjamurnya judol karena judi online sedikit banyak bisa menurunkan kualitas generasi muda Indonesia,” urainya.

Untuk itu, Cucun mengimbau agar satuan pendidikan turut ikut berpartisipasi dalam pemberantasan judi online melalui edukasi masif tentang bahaya permainan judi online dan meningkatkan program-program edukatif prestasi agar anak-anak bisa mengurangi aktivitas bermain gadget.

“Tentunya pengawasan orangtua juga menjadi faktor penting di sini. Anak-anak harus selalu dalam pengawasan ketika berselancar internet, apalagi judi online ini sudah mulai banyak masuk melalui berbagai platform digital,” sebut Cucun.

Cucun juga mendorong unsur perangkat lingkungan seperti RT/RW dan warga untuk ikut mengawasi anak-anak di sekitar rumahnya.

“Karena sekarang muncul fenomena anak-anak kumpul di pos RW atau pos-pos warga untuk memanfaatkan wifi gratis. Ini perlu juga dipantau aktivitas yang dilakukan mereka,” ujar anggota dewan yang juga bertugas di Komisi III DPR itu.

Menurut Cucun, warga bisa turut mengawasi anak-anak dalam aktivitas sehari-hari mereka, misalnya ketika hendak berangkat salat ke masjid. Ia menyebut, peran orang dewasa sangat penting untuk membantu anak terhindar dari jerat judi online.

“Peran serta tokoh agama dan tokoh masyarakat juga dibutuhkan. Bukan untuk anak-anak saja, tapi juga bagi masyarakat umum untuk ikut mensosialisasikan bahaya judi online. Biasanya tokoh agama dan tokoh masyarakat lebih banyak didengar,” ungkap Cucun.

Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu juga menyoroti fenomena judi online yang memang menyebabkan dampak turunan, terutama masalah-masalah sosial di tengah masyarakat. Cucun mengatakan, peningkatan konflik dalam keluarga menjadi salah satu dampak utama dari judol di mana ketegangan sering kali meningkat akibat masalah keuangan dan perilaku adiktif yang ditimbulkan oleh judi online.

“Judi online sering menyebabkan perselisihan rumah tangga karena akhirnya uang yang seharusnya untuk menafkahi keluarga seperti kebutuhan harian keluarga dan pemenuhan gizi anak justru habis untuk judol,” tukasnya.

Berdasarkan laporan Pemerintah, 3 kota/kabupaten terpapar atau mempunyai transaksi judi online tertinggi di Indonesia, yaitu Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta serta Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ketiga wilayah itu juga mencatatkan angka perceraian yang tinggi. Perceraian banyak pasangan terjadi akibat jeratan judi online.

Misalnya di Bogor, Pengadilan Agama setempat mencatat ada 496 pasangan suami istri bercerai sepanjang semester I-2024. Salah satu penyebab perceraian itu adalah perilaku pasangan yang terjerat judol. Meski demikian, faktor penyebab cerai akibat judi online tidak berdiri sendiri atau sebagai penyebab tunggal.

Dari perkara yang ditangani, alasan perceraian karena berbagai faktor seperti pasangan terjerat judol dan ditambah alasan penyerta lainnya seperti terjerat pinjaman online (pinjol). Ada pula alasan judol memunculkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Inilah salah satu dampak nyata judi online di kehidupan sosial masyarakat, mengamcam ketahanan keluarga Indonesia. Judol berujung ke pinjol, sampai lari ke masalah ekonomi dan bahkan ke kasus KDRT. Kondisi ini sangat bahaya,” kata Cucun.

Cucun mengatakan, judi online yang menyebabkan perceraian tidak hanya berdampak terhadap suami atau istri, tetapi juga masa depan anak.