Kontroversi Pembelajaran Matematika Sejak TK di Tengah Merosotnya Skor Numerasi Indonesia
JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto berencana memperbaiki metode pembelajaran matematika, terutama di tingkat SD dan TK. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas ilmu sains dan teknologi yang diperoleh siswa.
Hal tersebut disampaikan Prabowo saat memanggil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti ke Istana beberapa waktu lalu.
"Tadi Presiden menekankan pentingnya kualitas pembelajaran matematika dan bagaimana metode pembelajarannya diperbaiki termasuk di dalamnya ya konsekuensi untuk pelatihan guru matematika," kata Abdul Mu'ti, dikutip Antara.
Selain memperbaiki metode pembelajaran, Presiden Prabowo juga akan memberikan pelatihan terhadap guru matematika. Prabowo, dikatakan Mu’ti, mengusulkan pembelajaran matematika dapat dikenalkan mulai dari tingkat taman kanak-kanak (TK).
"Tadi ada tawaran bagaimana pelajaran matematika di tingkat SD, kelas 1-4, dan mungkin mengenalkan matematika untuk anak-anak di tingkat TK," kata Mu'ti.
Skor Kemampuan Matematika PISA Terus Merosot
Wacana mengenalkan matematika sejak TK berbarengan dengan munculnya unggahan yang menunjukkan ketidakmampuan pelajar sekolah menengah dalam membaca dan berhitung, kemampuan yang seharusnya telah dikuasasi pada pendidikan dasar, viral di media sosial.
Contohnya ketika seorang pembuat konten menanyakan hasil perkalian 6x5 kepada seorang siswi yang tidak mampu dijawab. Demikian pula ketika ditanya hasil penambahan 6+10, siswi yang mengaku kelas 9 itu menjawab 60, padahal semestinya 16.
Pada hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan skor bidang literasi Indonesia 359, matematika 366, dan sains 383. Ini merupakan skor terendah di bidang matematika dan literasi terendah sejak Indonesia mengikuti survei PISA.
Skor PISA di bidang matematika Indonesia kalah jauh dibandingkan negara tetangga seperti Singapura (575), Vietnam (469), Brunei Darussalam (442), dan Malaysia (409). Indonesia hanya unggul dari Filipina (355) dan Kamboja (336).
Sebagai informasi, skor PISA merupakan sebuah asesmen yang dirancang oleh Organization for Economic Cooperation and Development atau OECD untuk mengukur capaian pendidikan suatu negara. Pada penilaian PISA 2022, Indonesia menyertakan 14 ribu siswa.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, merosotnya skor matematika PISA justru disebabkan karena siswa terlalu banyak dibebani mata pelajaran sejak dini. Menurut evaluasinya, semakin tinggi jenjang pendidikan, malah semakin tidak berkualitas hasilnya. Padahal logikanya, semakin tinggi jenjang pendidikan seharusnya makin berkualitas.
Sehingga, menurut Ubaid, mengenalkan matematika sejak TK bukan solusi untuk meningkatkan skor PISA Indonesia yang kian memprihatinkan.
“Mestinya TK untuk pengembangan anak, di mana dia bisa happy, enjoy di sekolah, menumbuhkan kreativitas, tapi tidak dilakukan. Yang dilakukan justru belajar baca dan berhitung,” ujar Ubaid.
“Sejak dulu TK sudah diajari membaca dan berhitung. Kenapa sudah 20 tahun yang lalu, 10 tahun yang lalu sampai 2024 belum ada tanda-tanda perkembangan kemampuan dasar peserta didik di Indonesia mengalami kemajuan. Dari tahun ke tahun bukan kenaikan grafik, tapi malah merosot,” imbuhnya.
Ubaid menambahkan, Indonesia memiliki tantangan besar di jenjang pendidikan dasar, terutama tingkat SD. Sejak SD, siswa di Indonesia sudah dibebani banyak pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPA (sekarang IPAS). Mestinya, kata Ubaid, jenjang pendidikan dasar meningkatkan kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung.
Fondasi Berpikir Logis
Untuk mematangkan hal tersebut, butuh guru-guru berkualitas, namun ini tidak terjadi di lapangan. Ubaid kembali menyoroti kemampuan guru yang masih di bawah standar. Ia menegaskan, sebagus apa pun kurikulum yang dipakai, di tangan guru yang tidak berkualitas maka tidak akan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran yang ada di sekolah.
“Tanpa dibarengi kualitas guru yang baik, ditambah beban yang harus anak-anak pikul banyak jadinya membaca enggak bisa, matematika enggak bisa, sains lemah. Kita ini maunya banyak pendukungnya gak ada. Jadi enggak ada perubahan,” Ubaid menegaskan.
Dalam pertemuan Mendikdasmen dengan presiden pekan lalu, Abdul Mu’ti menegaskan selain memperbaiki metode pembelajaran, Prabowo juga akan memberi pelatihan terhadap guru matematika.
Menurut pandangan Ubaid, guru di tingkat TK atau pendidikan anak usia dini (PAUD) sangat mengkhawatirkan. Karena yang terjadi sekarang ini, yang penting ada guru PAUD dan TK sehingga siapa pun bisa mengajar tanpa melihat kualifikasi pendidikan dan kemampuannya seperti apa
“Jenjang pra-SD masih dikelola belum sistematis, masih apa adanya, yang penting anak belajar tanpa melihat kualifikasi guru-guru atau tenaga pendamping di jenjang TK. Ini patut dievaluasi,” ucapnya.
Baca juga:
- Makelar Kasus di Mahkamah Agung Kian Runtuhkan Kepercayaan Publik Terhadap Hukum di Indonesia
- Sebanyak 9,9 Juta Gen Z Menganggur, Tak Semata akibat Pilih-pilih Kerjaan
- Gaduh Pound Fit di Stasiun MRT, Pertanda Jakarta Kekurangan Ruang Terbuka Hijau?
- Sejauh Mana Efektivitas Janji Surga dalam Kampanye Calon Bupati?
Sementara itu, pengamat pendidikan Darmaningtyas menyebut pentingnya mengenalkan matematika sejak usia dini. Ia menegaskan, pembelajaran matematika tidak hanya sebatas angka dan rumus, tapi juga fondasi untuk membangun kemampuan berpikir logis dan rasional pada anak.
“Matematika itu seperti bahasa yang universal. Sejak TK, anak-anak sudah mulai diajarkan konsep dasar berhitung. Ini adalah langkah awal yang sangat baik untuk melatih otak mereka berpikir secara sistematis dan logis," tutur Darmaningtyas.
Namun dia menekankan pembelajaran matematika harus sesuai dengan tahap perkembangan anak, karena matematika anak TK berbeda dengan matematika untuk siswa SD, SMP, atau SMA. Terpenting, kata Darmaningtyas anak-anak mearasa senang tidak tidak takut dengan matematika.
Salah satu manfaat terbesar dari pembelajaran matematika sejak dini adalah kemampuan untuk berpikir secara rasional. “Matematika mengajarkan kita untuk menganalisis informasi, mencari solusi, dan mengambil keputusan berdasarkan fakta,” katanya.
Dengan terbiasa berpikir rasional, anak-anak akan lebih kritis terhadap informasi yang mereka terima. Mereka tidak mudah terpengaruh oleh hoaks atau berita bohong yang beredar di media sosial.