DPR Sebut Kasus Supriyani Contoh Rentannya Profesi Guru, Singgung Fenomena Kriminalisasi
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati menyoroti kasus guru honorer, Supriyani yang menjadi tersangka usai dituduh menganiaya siswa anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Menurutnya kasus Suryani menjadi contoh betapa rentannya posisi profesi guru saat ini, terutama guru honorer.
“Guru honorer seperti Ibu Supriyani sering kali berada dalam posisi yang rentan, di mana mereka tidak hanya harus memenuhi tanggung jawab mengajar, tetapi juga berhadapan dengan risiko hukum dalam proses mereka melakukan pembinaan pada murid,” kata MY Esti Wijayati, Jumat 25 Oktober.
Esti menilai sistem pendidikan yang seharusnya melindungi guru dan memberi mereka dukungan dalam menjalankan tugas, justru malah menjadi ancaman tersendiri bagi para guru.
“Kasus guru Supriyani ini menjadi contoh betapa rentannya profesi guru di era saat ini, khususnya bagi para guru honorer yang perjuangannya dalam menjalankan tugas sangat besar,” tuturnya.
Seperti diketahui, Supriyani mendapat banyak perhatian setelah kisahnya viral di media sosial. Pengajar di SDN 4 Baito itu dituduh melakukan pemukulan terhadap siswa kelas 1 berinisial MC yang merupakan anak personel kepolisian di Polsek Baito.
Meski begitu, Supriyani yang sempat ditahan tersebut bersikeras tidak pernah melakukan pemukulan terhadap MC, ditambah adanya kesaksian yang mendukung Supriyani tidak bersalah. Pihak LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) sebagai kuasa hukum Supriyani pun menyebut ada banyak kejanggalan dalam kasus ini.
Salah satu hal yang menjadi sorotan pada kasus ini adalah karena awalnya siswa MC kepada ibunya mengaku luka di pahanya ia dapat karena jatuh di sawah. Namun setelah didesak oleh ayahnya, anak tersebut mengubah pengakuan dan menyatakan ia dianiaya oleh Supriyani.
"Yang paling mencolok dalam kasus Ibu Supriyani adalah terkait intervensi dan reaksi orang tua siswa yang menurut saya berlebihan. Terutama ketika salah satu pihak memiliki kekuasaan atau pengaruh, tentunya ini membebani guru," ujar Esti.
"Fenomena seperti ini tidak jarang terjadi dalam sistem pendidikan kita. Padahal reaksi atau intervensi yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional justru dapat merusak proses pendidikan," imbuh Legislator dari Dapil DI Yogyakarta itu.
Esti mengingatkan, profesi guru dilindungi yang salah satunya tertuang dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Perlindungan ini mencakup perlindungan dari kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakuan tidak adil. Aturan tersebut juga mengatur perlindungan guru dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan pihak lain yang terkait dengan tugas pendidik dan tenaga kependidikan.
"Profesi guru jelas memiliki perlindungan saat dirinya melakukan proses belajar mengajar. Namun kasus Supriyani menunjukkan intervensi orang tua serta intimidasi yang dapat mengancam keamanan guru dalam menjalankan perannya," papar Esti.
Untuk itu, Esti mendorong Pemerintah dan satuan pendidikan untuk ikut memberikan pendampingan sesuai amanat Peraturan Kemendikbud 10/2017 pasal 2 hingga 4, khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Pemerintah Daerah.
“Pemerintah wajib memberikan bantuan hukum untuk guru yang bermasalah dengan hukum. Ini Ibu Supriyani malah cari bantuan hukum sendiri,” tegasnya.
“Pemberian janji peningkatan status sebagai guru PPPK saja tidak cukup karena Ibu Supriyani terjerat kasus hukum saat sedang melaksanakan tugas. Beliau yang telah mendedikasikan hidupnya bagi pendidikan anak bangsa berhak mendapat perlindungan dari Pemerintah,” lanjut Esti.
Untuk diketahui, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyatakan akan mengangkat Supriyani menjadi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melalui jalur afirmasi. Jaminan ini diberikan Kemendikdasmen usai kasus Supriyani mendapat sorotan publik.
Lebih lanjut, Esti mengatakan bantuan hukum dari Pemerintah semakin diperlukan mengingat adanya dugaan intimidasi dan pemerasan terhadap Supriyani.
“Kita sepakat penganiayaan pada anak tidak dapat dibenarkan, tapi pendampingan hukum yang maksimal dapat membantu membuka fakta yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini,” ungkapnya.
Terlepas dari kasus Supriyani, Anggota dewan yang juga bertugas di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu menekankan bahwa guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan. Esti mengatakan hal ini lantaran guru tak hanya bertugas mengajar, tetapi juga membimbing dan membentuk karakter siswa melalui pengajaran nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan etika.
"Beban guru hari ini sangat berat dan banyak tantangan. Karena yang terjadi sekarang itu guru kurang punya power untuk memberikan pembinaan ke siswa dalam bentuk disiplin karena fenomena reaksi orang tua yang sedikit-sedikit membawa masalah ke ranah hukum,” ucap Esti.
Karena takut dikriminalisasi, akhirnya guru menjadi kurang memberikan pendidikan disiplin kepada anak yang melakukan pelanggaran. Esti menyebut, hal tersebut menjadi salah satu faktor kurangnya pendidikan karakter bagi anak.
“Termasuk kemudian banyak terjadi kasus kekerasan anak dan bullying di sekolah itu karena kurangnya pembinaan disiplin dari guru. Anak-anak pun jadi kurang menaruh rasa hormat atau keseganan pada guru mereka. Beda seperti zaman kita dulu,” sebutnya.
Esti memahami bahwa memang benar ada terjadi berbagai kasus kekerasan guru kepada anak muridnya. Namun ia menyebut tidak semua tindakan disiplin yang diterapkan guru merupakan bentuk kekerasan sehingga tak bisa disamaratakan.
“Kalau memang guru melakukan kekerasan ya memang harus dan wajib diproses hukum dan mendapat sanksi. Tapi saya mengajak semua masyarakat, khususnya wali murid, untuk mendukung proses pembinaan karakter yang dilakukan guru di sekolah demi perkembangan karakter anak-anak kita,” terang Esti.