BRICS Tegaskan Dukungan untuk Keanggotaan Penuh Negara Palestina di PBB

JAKARTA - Negara-negara yang tergabung dalam BRICS pada Hari Rabu menegaskan kembali dukungan untuk keanggotaan penuh Negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Itu dimuat dalam dokumen, Deklarasi Kazan: "Memperkuat Multilateralisme untuk Pembangunan dan Keamanan Global yang Berkeadilan".

"Kami tegaskan kembali dukungan kami untuk keanggotaan penuh Negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam konteks komitmen yang teguh terhadap visi solusi dua negara berdasarkan hukum internasional termasuk resolusi DK PBB dan UNGA yang relevan dan Prakarsa Perdamaian Arab yang mencakup pembentukan Negara Palestina yang berdaulat, independen, dan layak sesuai dengan batas-batas yang diakui secara internasional pada bulan Juni 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya yang hidup berdampingan secara damai dan aman dengan Israel," demikian bunyi Deklarasi Kazan, dikutip dari WAFA 24 Oktober.

Rusia menjadi tuan rumah KTT ke-16 BRICS di Kazan pada 22-24 Oktober. Adopsi Deklarasi Kazan dilakukan dalam KTT kali ini.

Pertemuan Hari Rabu dipimpin oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, dihadiri Presiden China Xi Jinping, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Uni Emirat Arab Mohammed bin Zayed Al Nahyan dan Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Luiz Lecker Vieira. Belakangan, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva yang berhalangan hadir, mengikuti pertemuan melalui panggilan video, dikutip dari Kremlin.

Para pemimpin yang berpartisipasi dalam pertemuan puncak tersebut menegaskan kembali "keprihatinan mendalam mereka atas memburuknya situasi dan krisis kemanusiaan di Wilayah Palestina yang Diduduki, khususnya eskalasi kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jalur Gaza dan di Tepi Barat sebagai akibat dari serangan militer Israel, yang menyebabkan pembunuhan massal dan cedera warga sipil, pemindahan paksa, dan penghancuran infrastruktur sipil secara luas."

Mereka menekankan "kebutuhan mendesak untuk gencatan senjata segera, menyeluruh, dan permanen di Jalur Gaza," serta "pasokan bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan dan dalam skala besar tanpa hambatan ke Jalur Gaza," sambil mengecam "serangan Israel terhadap operasi, fasilitas, personel, dan titik distribusi kemanusiaan."

Para pemimpin juga menyambut "upaya berkelanjutan oleh Republik Arab Mesir, Negara Qatar, upaya regional dan internasional lainnya untuk mencapai gencatan senjata segera, mempercepat pengiriman bantuan kemanusiaan, dan penarikan Israel dari Jalur Gaza," sambil menyerukan kepatuhan terhadap hukum internasional.

Mereka menyuarakan kekhawatiran, "eskalasi konflik lebih lanjut di Jalur Gaza memicu ketegangan, ekstremisme dan konsekuensi negatif yang parah baik secara regional maupun global," sambil mengakui tindakan sementara Mahkamah Internasional dalam proses hukum yang dilembagakan oleh Afrika Selatan terhadap Israel.