KPK Usut Dugaan Korupsi Terkait Dana Operasional Gubernur Papua

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengusut dugaan korupsi di Papua. Penyidikan dilakukan terkait dana penunjang operasional dan program pelayanan kedinasan gubernur dan wakilnya. 

Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat menginformasikan jadwal pemeriksaan pada hari ini, Senin, 14 Oktober.

“KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi berupa perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah Pemerintah Provinsi Papua,” kata Tessa dikutip dalam keterangan tertulisnya.

Tessa mengatakan dalam kasus ini ada saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangan, yakni GI yang merupakan Presiden Direktur PT RDG. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” tegasnya.

Sementara berdasarkan informasi yang diperoleh, saksi ini adalah Gibbrael Isaak. Nama ini diketahui sudah sering dipanggil dalam kasus suap dan gratifikasi eks Gubernur Papua Lukas Enembe.

Adapun Lukas sudah meninggal dunia ketika proses hukumnya masih berjalan. Dia mengembuskan napas terakhirnya di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta pada 26 Desember 2023.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengatakan dugaan korupsi dana operasional Gubernur Papua yang melibatkan Lukas Enembe bakal segera naik ke penyidikan pada September 2023 lalu. Persiapan tahap akhir sudah dilaksanakan.

“Untuk perkaranya tidak terlalu lama lagi,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur kepada wartawan, Senin, 18 September 2023.

 

Asep belum mau memerinci dugaan itu, termasuk siapa saja yang terjerat selain Lukas. Ia hanya mengatakan konstruksi perkara hingga tersangkanya bakal disampaikan setelah kasus ini naik ke penyidikan.

“Apakah itu nanti pihak bendaharanya kan gitu, karena uang kan bendaharanya, kemudian pihak-pihak penyedianya apakah itu nanti akan kita minta keterangan, kita periksa seperti itu,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap uang operasional Lukas lebih tinggi dari ketentuan yang diatur Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Tiap tahun dana operasional yang bersangkutan itu Rp1 triliun lebih,” tegasnya.

Harusnya dana operasional gubernur dihitung sesuai berdasarkan persentase dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), kata Alex. Tapi, Lukas justru menganggarkan lebih besar dan sebagian dibelanjakan untuk konsumsi.

Tak hanya itu, penyidik menemukan kebanyakan kwitansi yang dilampirkan fiktif. "Bayangkan kalau Rp1 triliun itu sepertiga digunakan makan dan minum. Itu satu hari Rp1 miliar untuk belanja makan dan minum," tegas Alexander.