Komnas Perempuan: Arti Berbeda Femisida yang Banyak Dialami Perempuan

JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap (Komnas) Perempuan, Siti Aminah Tarbi mengatakan bahwa istilah Femisida dan juga pembunuhan terhadap perempuan memiliki makna yang berbeda.

“Kalau Femisida itu memiliki kekerasan atau pembunuhan yang bersifat gender atau memiliki motivasi gendernya kuat,” kata Siti Aminah Tarbi pada saat kegiatan “Komnas Perempuan - Femisida di Indonesia: Realita, Tantangan, dan Solusi” secara daring di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, istilah ini sebenarnya sudah umum digunakan sejak tahun 1976. Pertama kali istilah itu muncul, diucapkan oleh penulis feminis, yakni Diana EH Russell.

Sejatinya, tindak kekerasan Femisida ini bisa dilakukan oleh kedua jenis kelamin, tetapi lebih sering dilakukan oleh kaum Adam terhadap kaum Hawa.

Siti Aminah Tarbi menjelaskan bahwa dalam indikasinya, Femisida ini terbagi menjadi uda seperti langsung (direct) dan juga tidak langsung (indirect) yang pada akhirnya adalah berujung kematian akibat kekerasan yang dialami oleh korban.

"Femisida ada dua kategori, Direct dan Indirect. Itu pada dasarnya sama, karena menyebabkan kematian pada perempuan,” jelasnya.

Dia melanjutkan, kematian yang dialami secara langsung itu seperti pembunuhan perempuan karena adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pembunuhan terhadap perempuan yang dijadikan sasaran perang, identitas gender hingga orientasi seksual.

Selain itu, kematian yang dikategorikan masuk ke dalam ranah langsung seperti pembunuhan etnis dari suku tertentu dan juga tindak kekerasan yang dilakukan secara aborsi.

Sementara yang bersifat tidak langsung, dia menuturkan, seperti dalam kegiatan perawatan yang tidak langsung ditangani dengan baik, akibat adanya praktik budaya seperti sunat pada perempuan hingga perdagangan narkoba sekalipun.

Oleh karena itu, untuk mencegah itu semua terjadi di Indonesia, Komnas Perempuan sejak tahun 2017 sudah memantau praktik kejahatan Femisida tersebut.

Komnas Perempuan memang dibebankan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan penegakan hak-hak asasi perempuan di Indonesia.

“Sejak tahun 2017, kita memang terus menggalakkan dan menggunakan kata Femisida ini,” katanya.